Sejak awal maret 2020 segala aktivitas perkuliahan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dilakukan secara daring. Hal ini tentunya mengakibatkan tidak adanya penggunaan fasilitas dan layanan kampus seperti biasanya.
Oleh karena itu beberapa perguruan tinggi baik negeri maupun swasta mulai mengeluarkan kebijakan dalam hal ini membantu mahasiswa dengan memberikan biaya kuota internet ataupun pemotongan biaya kuliah per semesternya mengingat bahwa tak adanya penggunaan fasilitas layanan kampus sama sekali Serta membantu mahasiswa yang terdampak ekonomi covid-19.
Namun rupanya hal ini berbeda dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Universitas Islam Makassar sendiri. Pihak birokrasi dalam hal ini rektor tak sedikitpun  memberi kebijakan yang dapat membantu mahasiswa seperti pemotongan BPP/semester maupun pemberian subsidi kuota pada mahasiswa.
Hal in tentunya membuat beban orangtua mahasiswa bertambah, mengingat banyaknya angka pemutusan kerja selama pandemi tak menutup kemungkinan banyak dari orangtua mahasiswa tak lagi mampu membayar biaya kuliah anaknya. Dari data jumlah mahasiswa aktif di Universitas Islam Makassar sebanyak 5.473 orang, Universitas mendapat pemasukan sebanyak Rp. 11.443.700.000 dalam satu kali semester (biaya BPP/semester berbeda-beda). Jumlah angka yang sangat fantastis ini sudah seharusnya digunakan untuk memberikan subsidi kuota mengingat mahasiswa melaksanakan kuliah secara daring yang tentunya menggunakan kuota untuk internet untuk pelaksanaannya.
Selain Universitas sudah seharusnya memberikan biaya potongan sebesar 50% sebanding dengan tidak adanya penggunaan fasilitas layanan kampus yang didapatkan kecuali proses belajar mengajar.
Namun mirisnya ditengah banyaknya Universitas yang mulai berbaik hati pada mahasiswa memberikan keringanan seperti diatas Universitas Islam Makassar justru tetap kokoh pada pendirian tidak ingin mengeluarkan kebijakan yang meringankan mahasiswa sama sekali, pihak Universitas justru hanya mengeluarkan kebijakan berupa pembayaran BPP yang dapat diangsur 3 hingga 4 kali per semester.
Hal ini tentunya bukan kebijakan yang meringankan beban mahasiswa dan tetap saja menjadi beban pada mahasiswa.
Tak hanya itu pihak birokrasi sepertinya mulai menutup mata dan telinga atas tuntutan mahasiswa yang beberapa kali telah dilayangkan ke pihak Universitas.
Pihak birokrasi seolah tak ingin beraudiensi dengan mahasiswa dan menjelaskan segala tuntutan mahasiswa yang sama sekali tidak ditindaklanjuti. Ditambah dengan adanya program KIP Kuliah dari KEMENDIKBUD pihak birokrasi semakin menguatkkan alasan birokrasi tak ingin memberikan bantuan secara mandiri dari pihak Universitas kepada mahasiswa.
Oleh karena itu, Aliansi Mahasiswa UIM Bersatu menuntut pihak Birokrasi dalam hal ini Rektor untuk : Turunkan biaya BPP sebesar 50% .