Pendidikanmu tinggi, karirmu mantap di sebuah perusahaan bonafid dengan gaji dan fasilitas yang menggiurkan. Kau pun bisa membagi waktu antara karir dan keluarga. Dengan dua anak yang tak berbeda jauh umurnya, membuatmu harus pintar me-manage waktu dan perhatian. Suami yang sama-sama bekerja ternyata tidak lantas membuat perekonomian keluargamu membaik, namun justru memburuk. Gaji yang terpotong hutang sana-sini tanpa tahu kemana dan untuk apa hutang itu. Hakmu sebagai istri untuk tahu detil penghasilannya tak diindahkan. Hanya empat lembar uang merah seratus ribuan yang engkau terima tiap bulannya, makian tak peduli walau di tengah jalan, dan kekerasan fisik pada tubuh kurusmu. Engkau diam, menangis, lantas mengurut dada dan beristighfar.
KEMBALI KE ARTIKEL