Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Pola Pikir Catur

17 Februari 2014   17:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 377 0

Saya suka, meskipun pasti tidak percaya pada dongeng Bapak DS FKN Harahap bahwa Adam dan Hawa sudah bermain catur untuk mengusir sepi sejak mereka masih berada di Taman Eden (Catur, Seni, Ilmu, Olahraga, Hazard, Hobby ataukah Permainan Belaka? Macan, Juli 1980, hal 351).

Pencipta permainan catur ini pastilah seorang seniman pemikir yang sangat hebat.Bayangkan saja untuk mengambarkan watak manusia dan kehidupan yang demikian beragam, karya agung seperti Mahabarata memerlukan ribuan halaman, sementara dengan hanya 16 buah dan hanya 6 jenis buah saja, catur demikian luas merefleksikan manusia dalam kehidupan ini.

Renungkanlah sebuah bidak, buah terbanyak tapi terlemah. Salah satu penyebab bidak menjadi buah paling lepra dicatur adalah karena takdirnya dibuat sebagai hanya bisa maju dan tidak bisa mundur.

Tidak berdaya mempertahankan diri karena tidak punya kemampuan untuk melarikan diri dari ancaman, langkah bidak sangat terbatas, hanya boleh beringsut.

Itulah sebabnya teori catur mengatakan bahwa semakin maju sebuah bidak, maka akan menjadi semakin lemah, jelas karena bidak yang maju berarti meninggalkan pengawalnya dan tidak bisa mundur lagi.

GM Aron Nimzowitch dalam My System menganjurkan untuk sehemat mungkin melangkah dengan bidak. Teori midle game juga menjelaskan tentang "pawn hole" yaitu tentang bidak-bidak yang didorong kedepan akan melemahkan bangunan karena petak-petak dibelakang bidak menjadi rawan dimanfaatkan lawan.

Ini sebagai akibat dari tidak diizinkannya bidak memukul kebelakang. Segala sesuatu tentang bidak hanya berarti kedepan, maju terus pantang mundur, tidak punya banyak pilihan, semacam kamikaze.

Persis seperti keadaan para jelata di grass root, hanya dimanfaatkan sebagai umpan peluru untuk membongkar pertahanan lawan, tanpa diberi banyak pilihan.Nilainya yang kecil bahkan menyebabkannya paling mudah dikorbankan.

Jumlahkan seluruh bidak, maka hasilnya adalah 8 poin, lebih banyak dari pada kuda yang hanya 6 dan gajah yang hanya 7.Namun walaupun berjumlah nilai lebih banyak tapi para bidak tidak bersatu, bidak dijalur a dan g misalnya tidak berhubungan langsung, bidak hanya mempunyai komunikasi dengan tetangganya saja.

Bidak b hanya bisa bekerjasama dengan bidak a dan c, karakter terpisah dan terkotak- kotak.Inilah yang membuat rakyat menjadi bidak-bidak yang diombang ambingkan saja oleh para elite. Bidak memang malang, sama malangnya dengan kita para jelata.

Tapi ALLAH selalu maha adil dan bijaksana, meskipun sudra, bidak adalah satu-satunya buah yang bisa promosi. Demikianlah bidak mengikuti teori grafik, bahwa jika telah berada dipuncak yang bisa dilakukan hanyalah menjaga diri agar jangan menjadi korban kompetisi hidup seperti Kuda, Gajah, Benteng bahkan Menteri yang dapat saja terbunuh dalam pertempuran.

Bidak bergerak menuju petak promosi seperti titik yang mendaki grafik, dan kalau mati ditengah jalanpun tidak apa-apa, tidak perlu disesali, toh memang hanya gembel dan sudah berusaha melaksanakan tanggung jawabnya dan tugas hidupnya.

Bidak memang berani, lemah tapi maju terus. Saya pernah mendengar seseorang berkata, jika tidak punya ketrampilan atau syarat pendukung lainnya, seseorang memang sebaiknya punya keberanian.

Tapi tunggu dulu, bukankah keberanian biasanya tidak berarti apa-apa, paling sering keberanian justru hanya berarti mati benaran, seperti bidak, maju serampangan hanya akan bertemu mati.

Catur bukan merupakan ilmu, melainkan cara berpikir edukatif, mestinya catur adalah sarana melatih berpikir yang sudah sangat tua dan yang paling pertama berkembang, kemampuan berpikir yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan menjalani kehidupan sejak dahulu.

Catur sebenarnya mengajarkan logika formal, yaitu mempelajari asas-asas, kaidah-kaidah, norma-norma atau hukum-hukum, berpikir yang harus ditaati agar dapat berpikir benar.

Simbol-simbol yang terkandung dalam catur sangatlah luas dan hampir tak berbatas untuk direnungkan serta dipahami agar berguna untuk mencapai kebenaran dalam pikiran.

Kalau kita melihat catur sebagai kumpulan pengetahuan dalam berbagai bentuk yang berupa asas, kaidah, hukum dan sebagainya, kumpulan pengetahuan ini membentuk suatu teori yang harus didukung oleh cara berpikir yang berorientasi pada filosofinya, sehingga pada tahap pengertian tertentu akan dapat tercermin pada sikap hidup, alur berpikir, baik ketika menghadapi masalah pribadi, keluarga, masyarakat, pekerjaan bahkan negara.

Tanpa pandangan pada filosofi dan falsafahnya, catur memang hanya kegiatan permainan yang mendorong kayu diatas sebuah papan.

Masalahnya memang tidak sederhana dan tergantung pada kualitas berpikir setiap individu, dalam hal ini catur sama saja dengan semua ilmu formal yang dipelajari disekolah atau dalam pengalaman hidup, jika tidak dibiasakan dipergunakan pada praktek fungsional sehari-hari, maka pengetahuan yang dimiliki seseorang akan kehilangan fungsinya.

Jelas bahwa mempergunakan setiap pengetahuan dalam kehidupan, praktis seseorang membutuhkan keseriusan untuk melatihnya sungguh-sungguh, tanpa kesadaran untuk membiasakan mengaplikasikan semua pengetahuan yang beragam jenisnya dalam praktek sehari-hari, maka pengetahuan tentang apapun hanya akan bertumpuk tak berguna diotak seseorang.

Saya ingin mengajak kita semua merenungkan, mengapa kita tidak berusaha mengembangkan cara berpikir dan pengetahuan catur dalam kehidupan kita, sebabnya menurut saya adalah karena:

Pertama:  karena kita tidak berusaha mengetahui fungsi ilmu dan pengetahuan catur yang sebenarnya.

Kedua : karena banyak ilmu-ilmu dan pengetahuan-pengetahuan selain catur yang lebih kita percayai, sehingga kita tidak menganggap catur sebagai pengetahuan.

Ini adalah masalah pendidikan dan kebudayaan yang kita terima dari pendidikan sejak kecil, kita berpikir bahwa, bahasa, berhitung, fisika, kimia, sejarah, ekonomi, hukum dan lain-lain itulah ilmu dan tidak menempatkan pengetahuan lain sebagai ilmu.

Padahal menurut tinjauan analitis ilmu pengetahuan, sekarang ini sudah terdapat sekitar 650   cabang keilmuan   yang kebanyakan belum dikenal oleh orang awam (Drs. H.Burhanuddin Salam, logika materil, filsafat ilmu pengetahuan, hal 17.)

Catur sesungguhnya adalah horison pengetahuan yang sangat luas, dan seperti semua pengetahuan lain memang berbeda pada sudut pandang setiap orang.

Seperti matematika, tentu kepandaian setiap orang dalam matematika berbeda-beda, maka pengertian dan fungsi matematika pun berbeda-beda pada tiap orang, tergantung sekali pada wawasan setiap individu, karena pengetahuan tentang catur sama seperti semua jenis pengetahuan lainnya, amat saling mendukung. Seseorang tidak bisa pandai matematika jika dia tidak pandai membaca.

Pengertian dan pemahaman seseorang terhadap catur pun harus didukung oleh pengetahuannya tentang ilmu-ilmu yang lain.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun