Salah satu tonggak utama dalam gerakan hak sipil adalah Perang Saudara Amerika (1861-1865), yang menghasilkan pembebasan para budak Afrika-Amerika dari perbudakan. Meskipun mereka secara resmi dinyatakan bebas, hak-hak sipil mereka masih terbatas, dan mereka menghadapi diskriminasi sistemik yang termasuk dalam undang-undang Jim Crow di wilayah Selatan yang memisahkan ras, pembatasan hak memilih, serta perlakuan yang tidak adil di bidang pendidikan, perumahan, dan lapangan kerja.
Pada awal abad ke-20, gerakan hak sipil mulai mengambil bentuk yang lebih terorganisir dan militan. Salah satu tokoh utama dalam gerakan ini adalah Booker T. Washington, seorang pendidik dan pemimpin komunitas Afrika-Amerika. Ia mendirikan Institut Tuskegee di Alabama yang memberikan pendidikan teknis kepada warga Afrika-Amerika. Washington mendorong pengembangan keterampilan dan penguasaan ekonomi sebagai sarana untuk mencapai kemajuan dan pengakuan sosial.
Namun, terdapat juga kelompok lain yang mengusulkan pendekatan yang lebih radikal. Salah satu pemimpin gerakan ini adalah W.E.B. Du Bois, pendiri National Association for the Advancement of Colored People (NAACP) pada tahun 1909. NAACP bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak politik, pendidikan, dan sosial yang setara bagi warga kulit hitam. Mereka menggunakan strategi hukum untuk melawan diskriminasi, dengan mengajukan gugatan hukum yang berpengaruh, seperti kasus Brown v. Board of Education pada tahun 1954 yang mengakhiri segregasi rasial di sekolah-sekolah.
Puncak gerakan hak sipil terjadi pada tahun 1950-an dan 1960-an, yang dikenal sebagai Era Hak Sipil. Salah satu pemimpin yang sangat terkenal dalam gerakan ini adalah Dr. Martin Luther King Jr., yang memainkan peran kunci dalam memimpin perjuangan melawan segregasi dan diskriminasi rasial. King terkenal karena pidato inspirasinya, termasuk pidato "I Have a Dream" yang disampaikannya pada Maret 1963 di Washington, D.C. Gerakan ini mengorganisir demonstrasi damai, boikot, dan aksi sipil lainnya yang mengekspos ketidakadilan rasial di Amerika Serikat.
Perubahan legislatif yang penting juga terjadi selama periode ini. Pada tahun 1964, dikeluarkan Undang-Undang Hak Sipil, yang melarang diskriminasi berdasarkan ras, agama, warna kulit, jenis kelamin, atau asal usul nasional. Undang-Undang Hak Pemilih tahun 1965 kemudian memberikan perlindungan hak memilih bagi warga Afrika-Amerika dan menghapuskan hambatan seperti tes alfabetis dan tes pengetahuan yang digunakan untuk mencegah mereka memilih.
Gerakan hak sipil di Amerika Serikat terus berlanjut setelah Era Hak Sipil, dengan perjuangan untuk kesetaraan yang terus berlangsung di berbagai bidang. Pada akhirnya, gerakan ini telah membawa perubahan sosial yang signifikan, memastikan kemajuan dalam hak-hak sipil, dan mengubah pandangan sosial terhadap ras dan diskriminasi di Amerika Serikat. Meskipun tantangan masih ada, gerakan hak sipil telah memberikan dasar yang kuat bagi perjuangan kesetaraan dan keadilan di negara ini.