Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Narativ Kompasiana, Manajemen Instan Buat Influencer Cari Cuan

31 Juli 2020   12:39 Diperbarui: 31 Juli 2020   12:37 230 10
Yuswohady keren juga, ya. Bisa membuat banyak buku keren. Setidaknya, dari cara ia merangkum topik. Tercermin dari judul-judul yang dipilih untuk dikenakan pada sampul. Terutama buku yang relatif baru ini. Terbit tahun lalu (2019). Judulnya sempat menyita perhatian: "Millennials Kill Everything".

Pendiri Inventure Indonesia ini, telah menulis lebih dari 40 buku. Rata-rata membahas topik kisaran pemasaran. Terkadang ia membedah manajemen di satu perusahaan tertentu. Semuanya ia coba pandang dari perspektif baru. Atau, autentik unik. Dengan rumusan-rumusan formulatif.

Beliau juga dikenal sebagai penggagas Indonesia Brand Forum (IBF). IBF 2020, baru saja berlalu. Di masa pandemi Covid-19 ini, IBF sepenuhnya diselenggarakan secara daring. Tidak kalah seru. Tiga puluhan topik dibahas dengan beragam nara sumber. Nah, usai gelaran ini, lahir buku baru. Tidak tanggung bow, tiga judul sekaligus.

Menyimak judul-judul dan mereka-reka topik buku barunya, Yuswohady tampak tak ingin membagikan rasa adil. Bahkan mungkin tak dia pikirkan. Atau, dirasa tidak perlu dibuat buku. Paruh lain "Millennials Kill Everything" tidak perlu ada. Jadi, tak usah berharap akan ada buku "Millennials Rise Everything".

"Millennials Rise Everything"

Generasi Milenia (atau apa pun cara Anda menuliskannya), sebenarnya, tidak hanya mendisrupsi. Namun, ini melulu yang ditengarai dan dicatat, serta diperbincangkan. Mungkin sesuai dengan topik ini yang berskala besar, dan menjadi gelombang tren yang meluap.

Banyak cerita bisa digali di sisi ini. Jangan luput memandang bahwa Generasi Milenia berjasa. Turut membangkitkan banyak hal, profesi anyar yang sebelumnya tak ada. Setidaknya, sebut saja ini sebagai "ekonomi digital". Lebih khusus lagi, bisa ditelisik sebagai "ekonomi main medsos". Anda pasti dibuat takjub. Di rahim ini lahir karier-karier baru. Sesuai konteks zaman.

Banyak contoh bisa dideretkan. Mulai dari yang tampak "wow", hingga "ups"--dipandang sebagai remah-remah remeh-temeh. Misalnya, jasa mendesain feed Instagram. Agak tampak estetik. Atau, layanan menulis takarir (caption). Untuk pekerjaan itu, tentu dibutuhkan ketrampilan khusus yang layak dihargai sepantasnya.

Terkait ini, ada yang perlu dicatat khusus. Untuk diperbincangkan secara istimewa. Itu mengenai eksistensi "influencer". Dalam perputaran di ranah ini, ada nilai ekonomi yang (cukup) besar. Patut diduga akan menggelinding besar seiring bergulirnya tahun-tahun ke depan.

Mengapa? Menjadi mudah untuk dilihat mata dalam konteks era pandemi Covid-19. Berdiam di rumah--bekerja, belajar, dan beribadah--mendorong percepatan proses kita menggenapi era 4.0. Ekonomi digital menggelembung.  Seseorang pernah berkata tentang ini. Katanya, proses yang seharusnya berlangsung selama dua tahun, tersulap dalam dua bulan.

Influencer Gelombang Kedua

Di luar konteks pandemi Covid-19, proses-proses kreatif di dunia buzer/influencer sejatinya terus berevolusi. Jika dulu warga digital terbelah menjadi dua "kasta", yaitu buzer dan influencer, kini telah berada dalam satu cakupan --dengan gradasi berdasarkan jumlah pengikut (follower).

Ambil kata "influencer". Semula, kata ini hanya patut disematkan pada akun-akun dengan jumlah pengikut segede gaban. Pencapaian untuk skala ini pastinya tidak mudah. Ada faktor X. Itu sebabnya, atribut ini hanya mampu diraih oleh sejumlah artis. Kemudian berkembang, diikuti oleh para "seleb medsos".

Ekonomi "dengung" berputar di level elite ini. Hampir mustahil dicicipi oleh seseorang yang bukan siapa-siapa. Atau, yang hanys dipandang sebelah mata. Maka fenomena "panjat sosial" dan "panjat follower" sangat dibutuhkan.

Namun, terjadi perubahan seiring dengan masifnya pengguna media sosial. Terjadi pergeseran hingga bisa disebut datangnya gelombang kedua "pendengung". Mereka yang "berkasta" kedua ini lalu memeroleh apresiasi yang lebih layak. Jenama (brand) dan produk mulai melirik akun-akun ber-follower "secukupnya". Dengan ukuran-ukuran dan strategi yang beda.

Demikianlah tiba musim rezeki yang terbagi lebih "rata". Ekonomi "dengung" kian meluas dan dinikmati bersama. Lapangan tanding berpeluh  menjadi agak rata. Sampai di sini, jumlah pengikut bukan lagi menjadi ukuran mutlak. Semaunya mengacu pada strategi yang dijalankan para konsultan atau agensi digital marketing.

Pejuang Mandiri Vs Manajemen Instan

Sekarang, mari kita geser dikit menyoal tentang "manajemen" di ekonomi pendengung ini. Sudah sejak lama berlangsung, para "seleb" menjadi manajer bagi dirinya sendiri. Untuk mendapatkan posisi ditengok, maka strategi penjenamaaan (branding), perlu diupayakan secara mandiri. Dengan ilmu yang terbatas, dengan energi yang tak lelah untuk dijalankan.

Jika menempatkan diri sebagai bloger, misalnya, maka tak ada cara lain selain mengguyur deras blog Anda dengan konten. Agar tampil prima, maka konten perlu diutak-atik dengan berbagai teori. Lalu, merebut tangga naik di posisi layak mendapatkan penghasilan. Untuk mempertahankan tingkat penghasilan ini berlangsung panjang, maka tingkat kunjungan harus dipertahankan prima.

Untuk platform-platfom media sosial, tak kalah berkeringat. Ada ukuran-ukuran tertentu yang harus dicapai. Entah itu bernama Reach, Engagement, atau data analitik lainnya. Harus dipenuhi. Hingga suatu ketika, muncul semacam "dewa penolong". Mulai muncul agensi-agensi spesial yang mengelola ranah ini.

Semakin mudah? Iya, sih. Namun, tingkat kesulitannya juga meningkat. Ini seiring dengan merebaknya cita-cita para pendatang baru ke dunia ini untuk meraup ekonomi medsos. Kerap kali kesempatan tidak terbuka lebar sebagaimana pagar rumah para sultan.

Namun, soal-soal rumit dan melelahkan ini rasanya patut ditanggalkan. Kita membutuhkan kanal ekspresi baru yang mampu menambah pintu peluang. Maka, ini bagai menjawab kerinduan "pungguk merindukan bulan". Setidaknya itu gejolak perasaan saya kala menyimak peluncuran produk Kompasiana ini. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun