air mengendap satu-satu
menghisap semua mimpi
sedang kopi masih mengepul
legit kopi di bibirku, tak lantas meluncur
ke dasar ingatannya
Ia terjeda oleh spasi-spasi rintik kenangan
di tiap tikungan jalan
yang tiap hari mesti dikhatamkan
hujan mendadak memulai dzikirnya malam ini;
kopi menyisa separuh ingatan
di bibirnya, terjepit legit dari dua belah bibir seorang
perindu
hujan mendadak memulai dzikirnya malam ini;
kopi belum sepenuhnya memuai, namun
ruhnya belum juga kembali
matanya, Kau tahu, ingin bersuara, mau berceritera
di selama rintik terus memanjang
Ia menggesekkan sendok pada bibir gelas
memutar
terus begitu
sepanjang rintik tak bertitik
BPI I 21, 11 Oktober '12