Nenek Rasinah, hidup tanpa kehadiran seorang anak atau saudara dan ia telah kehilangan suaminya sejak lama. Kesendirian telah menjadi sahabat setianya, sebuah kenyataan yang menemani setiap langkahnya dalam menjalani kehidupan.
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti asupan makanan, Nenek Rasinah hanya menerima bantuan dari tetangga terdekat. Dahulu, Nenek Rasinah mencari nafkah dengan susah payah dari hasil ngasak padi dan mencari daun semanggen yang dijadikan rumbah untuk dijualnya. Namun, seiring dengan kondisi keterbatasan penglihatannya yang kian memudar, serta pendengarannya yang sudah mulai berkurang, sekarang ia hanya bisa duduk dan berbaring saja. Keadaan dengan keterbatasannya tersebut membuatnya tidak dapat mendukungnya untuk mencari nafkah atau beraktivitas lain yang dapat dilakukannya.
Tantangan besar yang ia hadapi sebagai seorang yang tinggal sendirian adalah kesulitan untuk berinteraksi akibat keterbatasan yang ia miliki. Kesendirian menjadi sebuah beban yang berat bagi Nenek Rasinah.
Namun, di tengah keterbatasan dan kesendirian, Nenek Rasinah menemukan kekuatan dalam keyakinannya bahwa hidup merupakan pilihan Tuhan. Keyakinan ini memunculkan dorongan dan keberaniannya dalam menghadapi segala tantangan hidup yang ia jalani. Dia adalah contoh nyata bahwa kesedihan bukan penghalang untuk tetap hidup dengan penuh semangat.
Tetangga-tetangga sekitar menjadi sinar terang di tengah kegelapan kesendirian. Mereka memberikan bantuan berupa makanan setiap hari untuk nenek Rasinah dan tempat tinggal yang ia tempati saat ini merupakan tanah pemberian salah satu tetangga. Pembangunan rumahnya telah dibantu oleh pemerintah desa dan juga donasi dari berbagai lembaga seperti Baznas dan komunitas sosial lainnya.