Langit sore tahun 1945 mengalun perlahan, menyemburatkan warna jingga di atas desa kecil di Jawa. Sebuah rumah panggung sederhana berdiri di ujung desa, menjadi saksi bisu perjuangan seorang pemuda bernama Suta. Di dalam rumah itu, deretan papan tulis reyot dan kapur putih menjadi senjata Suta melawan buta aksara.