AIR laut sedang pasang. Gelombang lebih tinggi dari biasanya. Disaat yang sama, curah hujan mulai banyak. Permukaan air lautpun semakin naik. Kondisi seperti itu, memang sering terjadi di daerah pesisir pada setiap bulan Desember.
Bagi Fakhri, bulan Desember merupakan bulan yang penuh nostalgia. Biasanya pada bulan itu, Ia dan teman sebayanya bermain dibawah guyuran hujan atau berenang dipantai. Tetapi itu dulu. Puluhan tahun yang lalu.
Sekarang Fakhri tidak punya keinginan untuk melakukan hal itu. Ia bukan anak-anak lagi. Bahkan Ia sudah memiliki tiga anak. Namun demikian, suasana diwaktu kecil di bulan Desember masih selalu terkenang dalam ingatannya. Indah sekali.
Dipenghujung Desember tahun ini, Fakhri merasakan sesuatu yang sangat berbeda. Di ujung dermaga, Ia menunggu Intan, bekas kekasih hatinya yang pernah hilang. Sesekali, matanya menatap riak gelombang yang pecah. Tangannya memegang saku celana Jeans. Ia hanya ingin memastikan kalau handphone miliknya menyentuh paha, agar getarannya bisa dirasakan. Fakhri ingin mutiara yang pernah hilang dulu bisa menghubunginya. Dan mereka pun bisa bertemu kembali setelah dua puluh tahun terpisah.
Fakhri tidak ingin Desember tahun ini menjadi kelabu. Seperti tiga kali Desember pada dua puluh tahun yang lalu. Saat Intan memutus cintanya. Saat Fakhri ditinggal pergi oleh wanita yang juga mencintainya. Saat keputus-asaan datang bersama derasnya hujan.
Dua tahun lamanya Fakhri prustasi. Betapa tidak, sejuta kesalahan dan segudang dosa selalu menghantui setiap waktunya. Itulah yang membuat dia putus asa dan nyaris kehilangan aura lelakinya. Hampir saja naluri waria menular pada dirinya. Bersyukurlah, Ia cepat kembali menjadi lelaki yang normal. Namun bagi Fakhri, dua tahun adalah waktu yang sangat panjang dan menyedihkan.
Sebenarnya, bukan perpisahan yang Fakhri sesalkan. Melainkan sebuah rencana aksi konyol dan fatal yang akan Ia lakukan terhadap Intan. Disuatu kamar hotel pada malam terakhir pertemuan mereka. Bersyukurlah rencana aksi tersebut gagal.
Padahal, sebelumnya Fakhri tidak punya niat sedikitpun. Tak ada rencana untuk menginap di hotel. Saat itu, jam sudah menunjukan pukul 03.00 dini hari. Fakhri dan Intan masih berada didalam Pos Penjagaan tempat Fakhri bertugas. Malam itu adalah malam terakhir Intan berada di kota itu, setelah Ijazah Sekolah Kejuruan Ia kantongi.
Saat itu, Intan sudah tertidur diatas kasur yang lusuh. Fakhri menatap wajah kekasihnya. Ia rela berpisah demi cita-cita Intan yang akan melanjutkan kesekolah yang lebih tinggi di kota lain. Fakhri tak ingin seekor nyamuk menggigit Intan. Mau diantar pulang ke rumah pamannya, tentu akan beresiko pada diri Intan. Dibiarkan didalam Pos penjagaan, suara nyamuk meraung-raung, dan bisa beresiko pada diri Fakhri. Maklumlah, Fakhri baru saja diterima di perusahaan tempat Ia bekerja.
Tiba-tiba, Fairizal teman Fakhri yang bekerja sebagai office boy disalah satu hotel, menelpon Fakhri. Mereka ngobrol untuk sekedar melepas waktu menyambut pagi. Hal itu sering mereka lakukan ketika sama-sama sedang tugas malam. Pada saat itulah, Fairizal menawarkan kamar hotel pada dirinya. Dengan catatan, keluar (ceck out) dibawah pukul 07.00 pagi. Atau sebelum pergantian shift.
Akhirnya Fakhri dan Intan menerima tawaran itu, dan mereka pun menuju kesebuah hotel, yang terletak tak jauh dari pelabuhan.
Di kamar hotel, Fakhri dan Intan tidak bisa tidur. Segudang masalah hinggap didalam benak mereka. Tak terlintas di hati Fakhri sebuah aksi yang belum pernah Ia bayangkan sebelumnya. Apalagi sampai melakukannya. Namun ternyata setan tidak tinggal diam. Dengan segala yang indah-indah, setan menjadikan pikiran Fakhri cepat berubah. Ya, begitulah cara setan menyesatkan mereka. Atas nama cinta dan kesetiaan, setan berusaha menjerumuskan mereka dalam jurang yang nista.
Bersyukurlah pada waktu itu Intan pandai menjaga kehormatan diri. Aksi terlarang berhasil digagalkannya. Andaikan Ia hanyut dan terbawa hawa nafsu, tentu kerugian lebih berpihak kepadanya. Bekas-bekas nista melekat pada hatinya. Ijazah yang dibawanya pulang tentu tidak sebanding dengan mahkota yang hilang.
Fakhri menyesal telah terpedaya bujukan setan. Ia merasa sangat berdosa. Sejak saat itu, rasa cinta Fakhri kepada Intan semakin bertambah. Dalam relung jiwanya berharap, suatu saat nanti Fakhri dapat memiliki Intan dengan cara yang halal. Bila ingat Intan, ada dua perasaan yang tak terelakkan. Pertama rasa berdosa dan kedua rasa cinta. Fakhri akan selalu ingat dengan dua kata. “kehormatan diri”.
Pasca putusnya percintaan mereka, Fakhri merasa, kehormatan diri terkadang membuatnya trauma. Ia tak ingin bercinta lagi. Rasa prustasi yang berlebihan, membuat Fakhri beranggapan, lebih baik mati duluan. Fakhri ingin merajut cintanya bersama Intan di alam yang berbeda. Mungkinkah Intan masih mau menerimanya ?
Fakhri selalu menangis. Ia membayangkan, khayalannya akan sulit jadi kenyataan. Disaat pikirannya kembali normal, Ia berpikir, tidak ada cinta di dalam kubur maupun neraka. Kalaupun ada, tentu cintanya diperuntukan bagi wanita-wanita yang berdosa. Sementara, Intan akan menjadi bidadari penghuni surga. Ya, bidadari di surga. Sebuah kado dari Tuhan atas keteguhan hati menjaga kehormatan diri. Menjaga mutiara pada makhkota jiwa perawan.
Lagi-lagi, Fakhri tak dapat menahan air matanya. Kebanyakan menangis membuat naluri lelakinya nyaris hilang. Setiap kali bertemu dengan wanita yang mirip Intan, air mata Fakhri menetes. Semakin menetes ketika yang ditatapnya, tak ada satupun yang menyerupai Intan, kekasih tercinta.
Waktu berlalu begitu cepat. Tuhan telah menjodohkan Fakhri dengan wanita lain. Begitu pula dengan Intan, telah menikah dengan yang lain. Fakhri dan Intan sama-sama telah dikarunia anak.
Suatu hari, 15 tahun setelah mereka berpisah, Intan yang sudah menjadi istri orang itu menghubungi Fakhri melalui telpon. Rasa senang menyelimuti hati Fakhri. Permintaan maaf pun Fakhri sampaikan. Ternyata, sejak dulu Intan sudah dapat memaklumi dan sudah memaafkannya.
Fakhri dan Intan menjalin hubungan seperti abang adik. Kadang-kadang cinta Fakhri yang tlah lama hilang itu, muncul kembali. Namun Fakhri cepat menepisnya. Ia tak ingin hubungan mulia bersama Intan ternodai untuk yang kedua kalinya.
Tak lama setelah itu, Intan datang ke Tanjungpinang. Kota kelahiran Fakhri dan tempat Intan pernah menuntut ilmu. Kota dimana cinta mereka dulu pernah bersemi. Fakhri dan Intan akhirnya bertemu pada suatu malam. Ditemani sepupu Intan, Fakhri melepas kerinduan selama satu jam. Fakhri ingin berlama-lama namun keadaanlah yang memisahkan mereka kembali.
Beberapa tahun kemudian, komunikasi diantara mereka sempat terputus. Namun kemudian dipertemukan kembali. Berawal dari facebook, Intan yang lama hilang, datang dengan cara tiba-tiba. Kehadiran Intan sempat membuat hati Fakhri berbunga-bunga. Namun hubungan mereka hanya sebatas lewat tulisan. Baru beberapa hari sejak rencana kedatangan Intan, Fakhri bisa berkomunikasi lewat handphon.
Handphone Fakhri bergetar. Panggilan dari Intan masuk. Fakhri menutup khayalannya dan mengakhiri lamunannya. Dari jarak 100 meter, Fakhri melihat Intan mengangkat HP ditengah keramaian penumpang. Fakhri langsung berganjak dari kantin pelabuhan menghampiri wanita cantik tinggi semampai itu.
Fakhri dan Intan jalan menuju parkiran. Mereka menaiki mobil menuju kesebuah hotel. Hotel itu telah dibooking suami Intan beberapa hari yang lalu. Didalam perjalanan mereka sempat berbicara. Namun apadaya, selalu terhenti oleh panggilan handphone masuk yang berasal dari suami Intan.
Sesampainya di depan hotel, Intan kaget. Ternyata hotel yang dibooking suaminya, adalah hotel yang dulu pernah Ia dan Fakhri menginap.
“Inikan hotel yang duluuuuuu… ???”, dengan penuh keheranan, Intan bertanya kepada Fakhri.
“Iya, betul. Bangunan, Manajemen dan namanya sudah berganti semua, dek”, jawab Fakhri.
Di lobi hotel, Fakhri tak ingin berlama-lama. Ia takut siraturahmi yang tulus itu dinodai oleh suara-suara sumbang yang tidak bertanggung jawab. Maklum saja, namanya juga hotel. Ada konotasi negativ yang harus dihindarkan.
Intan, suami dan anak-anak mereka akan menginap di hotel itu untuk menyambut malam tahun baru. Suami dan anak-anak Intan diperkirakan akan sampai di hotel itu pada malam hari. Sekitar 7 jam lagi. Intan dan keluarganya memang tidak datang barengan. Intan sampai duluan sehubungan dengan tugas dinas.
Hanya salam yang bisa Fakhri berikan untuk Intan saat itu. Sedangkan Intan memberikan tasbih yang terbuat dari batu giok berwarna hijau. “Mudah-mudah ini berguna”, ungkapnya dengan suara lembut. Merekapun berpisah kembali. Selama 3 hari Intan berada di satu kotayang sama, mereka saling menghormati untuk tidak berkomunikasi dan berjumpa.
Tujuh hari setelah itu, Fakhri terkejut luar biasa. SMS di HP nya berisikan pesan, “Innalillah hi wainnalillahi rojiun. Intan dan kelurganya dipanggil Allah dalam kecelakaan mobil”, dari Yayuk, sepupu Intan.
Perasaan Fakhri luluh dan hatinya sedih. Desember adalah pertemuan mereka yang terakhir. Lewat butiran tasbih yang terbuat dari batu giok, Fakhri berdzikir dan memanjatkan do’a semoga Allah memberikan tempat yang layak buat Intan, suami dan anak-anaknya.
“Tuhan, tempatkan mereka di Surga”. Amin.
*****