Setelah penetapan sebagai tersangka, Helena Lim langsung ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, mulai dari tanggal 26 Maret hingga 14 April 2024.
Menurut Ketut Sumedana, Helena diduga terlibat dalam mengelola hasil tindak pidana kerja sama sewa-menyewa peralatan pemrosesan peleburan timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. Dia diduga memberikan bantuan dalam hal fasilitas dan sarana kepada pemilik smelter dengan dalih menerima atau menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR), yang sebenarnya untuk kepentingan pribadi dan para tersangka lainnya.
Atas perbuatannya ini, Helena Lim dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP.
Erles Rareral, kuasa hukum dari Gideon Tengker, mengomentari langkah Kejagung dalam menindaklanjuti kasus ini. "Apapun alasan, negara sudah dirugikan, jadi kita sepakat dengan Kejagung yang sudah menetapkan beberapa orang menjadi tersangka dan nantinya lagi diikuti dengan langkah Kejagung untuk menyita semua harta yang didapat dengan cara yang tidak benar atau korupsi," ujar Erles Rareral.
Erles juga menekankan pentingnya penegakan hukum terhadap penambangan timah secara ilegal. "Penambangan timah secara ilegal tidak dapat dibenarkan," tambahnya.
Kasus ini menunjukkan komitmen Kejagung dalam memberantas korupsi dan melindungi kepentingan negara. Langkah-langkah yang diambil oleh Kejagung mendapat dukungan dari pihak-pihak yang peduli terhadap keadilan dan penegakan hukum di Indonesia.