Dari permisalan mengenai bunga tersebut di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa apapun yang sampai kepada kita memiliki kecenderungan bias persepsi yang sangat tinggi, padahal itu masih tentang sesuatu yang mampu kita lihat dengan mata ragawi kita.
Jika kita ibaratkan cahaya sebagai ilmu – dengan analogi di atas – , maka intensitas cahaya dapat diandaikan dengan seberapa banyak ilmu yang dipinjamkanNya kepada kita, jenis dan warna cahaya dapat kita andaikan sebagai jenis ilmu yang dipinjamkanNya, jarak dapat kita andaikan sebagai seberapa banyak kita menggunakan ilmu yang telah dipinjamkan oleh Sang Maha Berilmu.
Maka amat sangat besar peranan ilmu untuk melihat sejernih mungkin segala sesuatu yang berkaitan denga kehidupan kita, namun dengan kesadaran kesadaran bahwa apa-apa yang kita lihat (yang tersampaikan) kepada kita hanyalah pantulan dari segala sesuatu tersebut, dan pantulan yang sampai kepada setiap orang berbeda-beda tergantung intensitas, jenis ilmu yang dimiliki setiap individu serta kesediaannya untuk menggunakan ilmu tersebut.
Dengan memegang kesadaran tersebut, kita memberikan ruang untuk lebih mawas diri dan tidak taqlid buta terhadap ilmu yang dipinjamkan kepada kita olehNya, dan bahwa masih banyak di luar sana orang-orang yang dilebihkan ilmunya dari kita. Dengan kesadaran itu pula kita akan senantiasa untuk lebih bersemangat dalam mencari ilmu sebagai bekal kita untuk melihat pantulanNya.