Saat upacara bendera, tak satupun mulut mereka terkunci. Semua gaduh berbincang masalah tak penting namun menggelitik. Salah satu berbicara, beberapa langsung menyambar dan menguraikannya seolah-olah menjadi sebuah cerita narasi ala selebriti. Tapi mendadak semuanya hening, ketika mendengar suara batuk sang sheriff dari belakang barisan. Sang sheriff pergi, cerita berlanjut.
Masuk kelas, semuanya terlihat lelah. Beberapa dari mereka asik mengkopi jawaban tugas matematika dari sang guru killer. Guru datang semua hening, wajah takut tergambar dari mereka. Satu persatu, semua ditunjuk ke depan. Sepanjang pelajaran itu, seisi kelas terasa kaku.
Aku ingat ketika seorang teman dengan konyol menirukan beberapa pose foto di akun media sosialku. Begitupun yang lain, semua ditirukan dan kadang digambar di papan tulis. Waktu itu, beberapa teman memilih untuk tidak mengunggah foto-fotonya di media sosial.
Waktu istirahat, digunakan sebagai sarana omong kosong antar sesama teman. Semuanya bercanda panjang lebar namun tanpa isi. Si gendut berdialog dengan fiktif. Ada pula yang memamerkan kendaraan dragnya. Dan kaum perempuan berjejal membicarakan grup korea favorit mereka.
Bertahun-tahun bersama, waktu yang dinanti telah datang. Beberapa tahun berlalu seperti angin. Semua berpisah, tak ada tangis air mata. Semua biasa saja. Mereka melangkah sendiri-sendiri ke jalan yang menurut mereka terbaik.