Raungan tangis Alya tiba-tiba memecahkan konsentrasi siswa di kelas I Bintang. Langkah Bu Indah yang berkeliling menghampiri siswanya tertahan oleh teriakan menyayat itu. Seketika darahku mendesir, padahal tanganku masih di lantai meraih buku di bawah telapak kaki Fais yang tertancap kuat. Aku segera bangkit. Sejurus kemudian kutatap lekat wajah Alya yang meringis. Bulir-bulir yang menetes dari sudut korona itu tak lagi bening, karena sudah menyatu dengan warna merah menyala dari garis memanjang di bawah kelopak mata hingga ke pelipis. Ujung pensil yang runcing jadi saksi ketantruman Fais.