“Abi nih kenapa sih kok belikan HP baru untuk Bunda. Kalau kayak begitu, kan bisa menimbulkan kecemburuan ke anak-anaknya. Kalau Bunda dibelikan, anak-anaknya mestinya juga dibelikan,” gerutu N1.
“Iya nih Bunda, minta hadiah kok mahal-mahal. Katanya kita harus belajar hemat. Eh, Bunda sendiri minta hadiah yang mahal-mahal. Mbak kan jadi kepengen juga.....” tambah N2 sembari manyun.
Dengan sedikit menahan tawa, saya memberi penjelasan mengapa saya membutuhkan HP jenis tersebut. Saya tidak menyangka respon N1 dan N2 sampai sebegitunya ketika mengetahui bahwa Abinya memberikan hadiah itu untuk saya. N1 sampai berlari ke kamarnya dan N2 sampai menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Mmm, saya jadi merasa bersalah karena meminta hadiah tersebut. Namun demikian, saya tidak bisa meluluskan permintaan mereka bahwa mereka harus menerima hadiah yang sama seperti saya.
“Bunda itu minta hadiah ke Abi biasanya nunggu ulang tahun dulu. Kalau Nau dan Naj kan enggak usah nunggu ulang tahun, kalau memang membutuhkan sesuatu, pasti Bunda kan langsung belikan. Ya sudah, HP Bunda yang lama ini untuk Nau. Bunda ngasih HP ini karena memang HP-nya Nau rusak. Sedangkan Naj belum bisa dikasih HP karena Naj belum bertanggungjawab. Itu buktinya pernah Bunda belikan HP, tapi gak dirawat dan jarang memakai. Sampai-sampai pulsa dan nomornya hangus.” kata saya.
Akhirnya, N1 dan saya bersepakat. Sedangkan N2 masih belum menerima.
“Nda, kalau Mbak ulangtahun, berarti Mbak juga boleh minta hadiah kayak Bunda ke Abi?” tanyanya.
“Mmm... Iya, boleh. Tapi Bunda harus lihat-lihat dulu apa hadiah yang diminta Naj bermanfaat apa enggak. Kalau Naj memang belum membutuhkannya, ya terpaksa hadiahnya belum bisa dikasih,” jawab saya.
“Mbak mau belajar tanggungjawab. Kan bulan depan Mbak mau ulang tahun. Mbak mau minta 2 hadiah....,” kata N2.
“Aduuuuuh, kok sampai 2. Banyak banget…. Hadiah apaan itu?” tanya saya.
“Mbak pengen belikan kue buat teman-teman Mbak di kelas. Sama…. Mmm… Mbak minta hadiah HP. Tapi Mbak janji kok mau merawat HP-nya. Mbak mau belajar tanggungjawab…..” sahut N2.
Setelah berdiskusi dengan Abi, Abi mengiyakan untuk memenuhi permintaan N2. Setelah sebulan N2 menunggu dengan sabar, akhirnya sehari menjelang ulangtahunnya, saya dan Abi membelikan hadiah HP untuk N2. Sebelumnya, saya tentu sudah men-survey jenis HP apa yang akan kami berikan untuk N2. Saya pun menjelaskan kepada N2 mengapa saya memilihkan HP jenis tersebut. Akhirnya, N2 sepakat dengan HP yang saya pilihkan. Tak ada kamera. Tak ada internet. Dan hanya ada 1 game….
Sejak memiliki HP baru, N2 rajin berkiriman SMS, terutama kepada saya dan Abinya. Saya sering tertawa membaca SMS-nya yang tidak beraturan dan tidak pernah memakai titik koma. Ya, namanya juga anak usia 7 tahun. Masih kelas 2. Namun demikian, saya merasa… saya tidak salah mengambil keputusan untuk membelikan N2 hadiah HP. Dengan memiliki HP sendiri, N2 semakin intens berkomunikasi dengan saya maupun Abinya. Kondisi keluarga kami yang sering berpencar-pencar memang membutuhkan sarana komunikasi. Mungkin di waktu lalu saya memang belum tepat memberikannya HP. Tapi untuk saat ini, N2 memang membutuhkannya
Sudah dua hari ini saya menyimpan SMS dari N2. Ada getar haru setiap membacanya meski harus membacanya berulang-ulang agar mengerti. Ya, N2 saat ini saya titipkan pada Abinya di Jember. Sedangkan N1 dan N3 ada di rumah Lumajang. Hampir setiap jam, N2 mengirimkan SMS untuk saya. Dalam 1 jam, bisa 3 hingga 4 kali SMS yang dikirimkannya untuk saya.
“Bunda embak kangen dan merasa kesepian”.
“tapi bunda embak kangen sama bunda sala emba ndak punyak teman kecil seperti Nada kakak kalau ngak ada ndak papa tapi harus ada bunda”.
“Bunda se tadi nya ngak di jawab bunda embak ndak tahan embak nangis terus”.
“Bunda harusnya pulang hari rabu”.
“Bunda embak kangen”.
“Bunda embak kangen sama bunda embak nangis terus bunda ndak tahu perasaannya embak”.
“Bunda embak kangen”
“Bunda kok ngak di jawap”.
“Sudah embak makan emi embak mikirin bunda”.
“Bunda embak kepengen tidur sama bunda di kloni in”.
“Tapi nda semalam embak ngak bisa tidur karna embak si sudah belajar waktu mau tidur embak ingat bunda dulu di musuhin terus sama embak embak kangen sama bunda”.
“Embak juga sayang sama bunda kalau embak marah bunda sabar gimana kalau punya bunda baik kalau ditinggal jauh nangis”.
“Bunda embak kepengen ke surabaya”.
“Bunda embak kepengen ke surabaya sama bunda”.
“Bunda embak kangen”.
“Bunda ngapain”.
“Bunda”.
………………………..
Mmmmm, N2… Jika N1 selalu puitis jika mengirimkan SMS cintanya untuk saya, maka N2 cukup to the point untuk menyatakan isi hatinya. Jika beberapa waktu lalu selalu N1 yang mengharu biru jika berpisah dengan saya, belakangan N2 yang selalu berkaca-kaca dan merindui saya. Kata Abi, N2 lebih banyak mirip saya. Sensitif. Mulai dari gampang sakit, gampang marah, gampang nangis, sampai gampang mengharu biru.
Mmm... Membaca SMS-SMSnya N2, saya merasa terbakar oleh cermin jiwanya. Saya merasa ada saya pada kata-katanya. Saya tahu bagaimana rasanya rindu melangit… Saya tahu bagaimana rasanya ingin bertemu…. Saya tahu rasanya ingin merengkuh, tapi ruang dan jarak memisahkan… Saya tahu rasanya kesepian… Saya tahu rasanya menangis dalam diam…
Ya Rabb, jaga orang-orang yang kucintai
Titip renda rindu ini
Sampaikan getar jiwa ini
Berikan hadiah indah untuk semua tangis dan sesak di hati
Izinkan pada waktunya kami bertemu, semua menjadi indah di nurani
Izinkan semua ini menjadi jihadku untuk melangkah di jalanMu
Surabaya, 15 September 2012