“Eh, ini di Kompas bilang kalau tanggal 25 sampai 27 mau ada mogok produksi tahu tempe lho, Bu. Ini rencananya di Jakarta, tapi sepertinya bisa menyebar ke seluruh Indonesia,” jawab saya sambil makan tahu goreng.
Tahu... Tempe...
Di rumah Lumajang, tahu adalah makanan favorit saya yang hampir selalu dihidangkan dengan aneka rupa oleh Ibu saya. Mulai dari sekedar digoreng saja, dibuat sup tahu+jagung, tahu campur, tahu diaduk dengan telur, dan lain-lain. Sedangkan di rumah desa di Jember, tempe adalah makanan yang dihidangkan oleh Ibu mertua saya setiap pagi. Sejak saya menjadi mantunya, tak pernah tak sehari pun yang saya tak menemukan tempe goreng di meja makan. Bosan? Kok kayaknya ya enggak tuh ya! Semua lahap, apalagi ketika masih hangat...
Hmmfffhhh...
Belum lagi soal beras. Ketika Kementerian Pertanian menyatakan kita surplus beras, kok ya Kementerian Perdagangan malah mau impor beras. Anomali-anomali inilah yang selalu menjadi bibit ketidakpercayaan atas komitmen pemerintah untuk berpihak pada hajat hidup orang banyak. Bagaimana ketimpangan tidak semakin dalam jika keberpihakan dan kemampuan untuk mengatasi persoalan yang menyangkut perut rakyat kebanyakan ya tidak kunjung teratasi.
Ya sudahlah, mumpung Ramadan. Nanti di sepertiga malam terakhir, mari kita doakan agar pemerintah saat ini dan yang akan datang tergugah untuk bertindak tegas terhadap mafia importir yang mengganggu kedaulatan rakyat. Kita doakan juga agar pemerintah saat ini dan yang akan datang tergugah untuk memetakan arah kebijakan ekonomi nasional agar ditujukan kepada sektor-sektor yang sarat dengan kepentingan rakyat, baik itu potensi maupun kapasitas rakyat, serta sesuai dengan tersedianya sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam (SDA) nasional. Semoga pemimpin masa depan kelak berpihak pada pilihan strategis berbasis SDM dan SDA dalam negeri, bertitik sentral pada rakyat, dan mengutamakan kepentingan rakyat. Selamat istirahat... Have a nice dream all.