Saya mengenalnya mungkin baru sekitar 3 tahunan. Dia dulu meng-add akun Fesbuk saya. Samar-samar saya seperti familiar dengan namanya. Tapi saya tidak merasa pernah kenal dengan nama itu. Sampai akhirnya, saya kemudian mudeng kalau dia adalah seorang dosen yang tulisannya sering dimuat di sebuah media nasional. Ya, saya beberapa kali menerima imel dari redaktur di media tersebut dan nama itu selalu masuk dalam daftar CC redaktur.
Tak terlalu banyak kami bersapa. Mungkin karena bidang keilmuan kami berbeda sehingga tak banyak diskusi di antara kami. Sepertinya, usianya hanya selisih setahun lebih tua daripada saya. Tapi karena saat itu saya mengira ia lebih muda, maka ia saya biarkan memanggil saya “Mbak”. Saya memang terkesan dengan dirinya. Statusnya di Fesbuk selalu bernuansa rindu yang dalam dengan getar yang terasa hingga ke hati. Entahlah, mungkin karena kami memang lebih mudah menyampaikan isi hati melalui tulisan, maka saya dapat merasakan ‘galaunya’ atas cinta kasihnya pada seseorang.
Sudah lebih dari setahun ini, ia melanjutkan studi PhD di Jepang. Ia seorang sosiolog. Dan ia sedang mendalami sosiologi konflik di sana. Tulisannya rutin menghiasi media massa, mulai dari Koran Tempo, Kompas, Seputar Indonesia, dan lain-lain, termasuk pula media online. Ya, disela-sela waktu belajarnya, ia tak pernah luput untuk berkontribusi pemikiran dalam mengatasi persoalan-persoalan di tanah air sebagaimana bidang yang memang ia dalami.
Hmmmfhhh…
Saya tidak tahu mengapa saya sangat menyukai puisi-puisinya. Tegas. Tulus. Dan benar-benar masuk ke hati saya. Sakit dan rindunya seolah ikut pula saya rasakan. Aneh. Memang aneh. Tak banyak puisi yang dapat berlaku demikian untuk saya. Saya bahkan tak pernah bertemu dengannya secara langsung, kami hanya saling menyapa lewat dunia maya, tapi saya seolah mampu merasakan detak nadi sedihnya.
Suatu hari, di awal-awal kepergiannya ke Jepang, saya mengirimkan PM di inbox. Saya lupa mengatakan apa persisnya. Tapi intinya, saya ingin mengkonfirmasi tentang puisi dan kisah cintanya. Apakah saya usil? Rasanya tidak. Saya hanya ingin menuntaskan rasa penasaran tentang rindu-rindunya yang selalu bernuansa kesedihan. Saya tidak ingin menyimpan penasaran ini terlalu dalam dan berprasangka tentang kegetiran dalam hidupnya.
Saya lupa ia menjawab apa. Tapi intinya, saat itu saya menginterpretasikan bahwa benar yang saya duga dari kisah hidupnya. Ya, ia sangat mencintai seorang wanita yang sudah dimiliki orang lain. Ahhhhhhh, sedih sekali saya saat itu. Ia membawa rindunya kemana pun ia pergi. Meski hatinya menangis, tapi ia tak menangis. Dan itu sangat berat bukan? Raganya di Jepang, tetapi hati dan pikirannya berada jaaaaaaaaaaauh di Indonesia. Dan di setiap pagi, siang, dan malam, ia selalu menyapa sang kekasih hati lewat doa serta bait-bait rindu. Setahun berlalu, statusnya masih sering bercerita tentang hamparan rindu yang menyebar di setiap sel tubuhnya pada sang kekasih hati.
Hmfffhhhh…
Ya Allah, Engkau yang tahu betapa aku pernah menitipkan doa untuknya agar ia dapat memiliki cinta sejatinya...
Beberapa hari lalu, ia menuliskan status yang membuat saya iseng bertanya. Ya, ada sebuah nama yang belakangan saya lihat sering muncul di sana. Ahhhhhh, ternyata ia sudah menikah. Dan bidadari kecil yang belakangan (atau baru saya sadari?) sering disebut dalam puisi-puisinya itu adalah putrinya. Surprise, bidadari kecil yang selama ini saya kira adalah keponakannya, ternyata adalah putrinya. Saya yang mengira ia belum menikah, ternyata sudah memiliki putri sebesar itu!!!
Hmmmfhhh…
Meski saya sangat penasaran bagaimana cerita sebenarnya dari kisahnya, tapi saya tidak ingin menanyakannya. Sudah cukup untuk saya memperoleh jawaban darinya bahwa nama itu adalah istrinya… istri yang sangat ia cintai, yang menjadi pemilik dari rindu-rindu yang menderanya selama ini. Akhirnya, cinta sejati itu terengkuhnya…
Hmffffhhhh…
Kemarin, ia menulis di statusnya sebuah lagu dari Maher Zain yang menjadi favorit kami. Entahlah, mengapa air mata ini menitik membaca statusnya.
For the rest of my life I will be with you...till the end of my time I will be loving you… "Bagiku dunia ini, tumbuh dari ketulusanmu padaku"
Kemudian, saya me-mention-kan namanya dalam Wall saya:
Mmm, ikut senang krn puisi rindu itu ternyata berkisah bahagia. Turut bersyukur krn cinta itu berakhir dgn saling memiliki dan berbuah bidadari kecil. Semoga Allah selalu mnjaga kalian meski terpisah jarak dan waktu. Tetap semangat berkarya utk Indonesia. Semoga semangat dan pngorbanan mncari ilmu utk diabdikan pd negeri ini mjd ibadah serta dpt memuliakan diri, kluarga, masy dan agama. Ganbatte ya, Sosiolog keren, humanis, dan transformatif Indonesia!!!
Hmffffhhhh…
Tiba-tiba saya menjadi teringat pada dua orang sahabat yang beberapa kali komplain dengan pendapat saya untuk kisah cintanya.
---------------------------------------------------------
X : Bukan dia, tapi aku ingin yang lain…
Saya: Iya, gak papa bukan dia. Tetap tak bantu... Cinta gak bisa dipaksa. Cinta pakai hati. Siapapun ingin menikah dgn orang yang dicinta... Kecuali kalo Allah punya rencana lain yang menakdirkan kita baru punya cinta setelah menikah atau tak ada cinta sama sekali...
X: No… No… Harus tetap ada cinta, aku manusia normal yang membutuhkan itu!
--------------------------------------------------------
Saya: Cinta itu bisa menyakitkan. Kita mudah terluka justru oleh orang yang kita cintai. Semakin besar cinta kita padanya, maka semakin perih merasakannya. Apalagi jika ia tak pernah menyadari bahwa sikapnya itu sering sangat melukai kita. Dan tak semua orang memiliki kekuatan dan kesabaran untuk menghadapinya. Hanya cinta sama Allah yang tidak pernah menyakitkan…
Y: Kok bilang begitu sih, Mbak? Seolah tak ada cinta sejati di dunia ini yang dapat bertahan hingga ujung usia. Cinta itu penting…
Saya: Bukannya tak ada, tapi sedikit. Dan bersyukurlah mereka yang saling mencinta dan dapat saling memiliki serta dapat saling menjaga. Tapi tak semua dapat memiliki takdir demikian kan. Jalan hidupnya orang berbeda-beda.
Y: Aku tak ingin menikah dengannya, Mbak. Aku tidak mencintainya. Aku gak mau dipaksa…
Saya: Saling mencintai, tidak menjamin sebuah pernikahan akan berhasil. Seringkali pernikahan dapat langgeng, tanpa harus ada cinta di dalamnya…..
Y: ENGGAAAAAAAKKKKKK… MBAK KOK JAHAT SEKALI NGOMONG KAYAK GITU…..