Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Mari Berbekal agar Esok Tidak Menyesal

9 Maret 2011   03:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:57 124 1
Bismillaahir-Rahmanir-Rahim; la haula wa la quwwata illa billah'i-Aliyy'l-Azhim (Dengan nama Allah Maha pemurah lagi Maha Penyayang; tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan perkenan Allah).

Alhamdullillah; puji syukur ke hadirat Allah Yang Maha Esa dalam kemuliaan dan keagungan-Nya. Yang dengan rahmat dan karunia-Nya masih diberi kesempatan untuk bersujud kepada-Nya dan bertasbih memuja-Nya.

Salawat dan salam bagi Sayyidina Muhammad saw, seorang pemuda tampan, ayah yang penyayang juga pemimpin yang adil bagi rakyatnya; berserta keluarga dan sahabatnya.

Sudah lama hasrat untuk menulis terpendam ditelan oleh kesibukan. Meskipun sebenarnya tidak boleh ada alasan untuk itu. Mulai saat ini, seperti janji yang pernah terucap tepat pada hari lahir tahun 2010 lalu, insya Allah saya akan setia dengan ikrar itu (Janji Kesetiaan itu akan saya post belakangan), untuk menyempatkan menulis setiap hari meski hanya 1 halaman saja.

Untuk hari ini, hanya ingin sedikit berbagi tentang hal yang saya alami kemarin dan beberapa waktu lalu. Mudah-mudahan dapat diambil sebagai pelajaran.

Beberapa tahun lalu, saya menuliskan beberapa list mimpi saya. List tersebut tertempel manis di kamar tidur saya. Tujuannya, agar saya selalu semangat saat memandang mimpi-mimpi itu. Salah satu mimpi yang saya tuliskan adalah "Menjadi Kafilah Unsyiah pada MTQ Mahasiswa Nasional " . Saya pernah mencoba 2 tahun lalu,  namun masih belum berhasil sampai akhirnya saya mencoba kembali tahun ini. Alhamdulillah, saya diperkenankan menjadi yang terbaik di tingkat fakultas bahkan hingga tinggat universitas. Ya... Dengan izin-Nya, saya berhasil mewujudkan impian yang sudah saya tulis beberapa tahun itu.

Banyak yang bertanya tentang proses pencapaian itu seperti apa?Ada juga yang menganggap dengan memelihara mimpi itu terwujud saya lebih mementingkan dunia.

Banyak pula yang sebenarnya ingin saya utarakan terkait hal tersebut. Bukankah Allah telah berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan pada diri mereka sendiri" (Ar-Ra'd:11). Lalu, Nabi kita juga menjelaskan, "Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, jika ia baik, maka baik seluruh tubuh. Jika ia buruk, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati" (HR. Bukhari-Muslim). Artinya, semua yang kita kerjakan kembali kepada niat.

Saya ingat dengan salah satu buku yang saya baca. Tentang Rasulullah yang pernah menggambar goresan-goresan garis sederhana di tanah. Tapi makna gambar itu luar biasa. Aksioma tentang perjalanan hidup menjadi sangat jelas dengan gambar tersebut, mengundang renungan, sekaligus menggugah kesadaran siapa saja yang mau sadar.

Pertama Rasul saw menggambar garis lurus. Lalu, garis yang berbentuk kotak, yang salah satu sisinya memotong garis lurus tersebut, sehingga setengah garis lurus itu ada di dalam kotak, dan sisanya di luar kotak. Garis itu ibarat keinginan manusia, harapannya, cita-citanya, juga mungkin obsesi-obsesinya. Sedang gambar kotak yang memotong garis lurus adalah ajal manusia yang telah ditetapkan. Ya, manusia memang berjalan di antara harapan yang mengular panjang dan ajal yang mengintai siap menerkam. Meninggalkan deretan jejak-jejak kehidupan. Tujuan pendeknya adalah hari esok di dunia. Sedangkan tujuan panjangnya adalah hari esok di akhirat.Pada kedua tujuan tersebut tentu dibutuhkan bekal yang tidak sedikit. dan siapapun yang ingin perjalanannya selamat sampai tujuan, harus punya bekal yang memadai, memiliki kehendak yang besar, kemuan yang teguh, untuk mengejar cita-cita luhur yang ingin dicapainya.

Pada dasarnya, proses mencari bekal itu dibangun atas dua prinsip utama yang sangat mendasar. Pertama,membekali diri untuk hari esok-dunia maupun akhirat- merupakan kerangka utama dari seluruh ajaran Islam. Dengan kata lain, seluruh aturan Islam, perintah-perintah-Nya, larangan-larangan-Nya, terbingkai dalam suatu kepentingan utama: agar manusia bertaqwa. Prinsip Kedua, bahwa berbekal artinya kita menyiapkan diri untuk menghadapi segala sesuatu yang tidak pasti, hari ini, lusa, terlebih di masa yang akan datang. Yang tak biasa bersusah-susah, tidak akan bisa tegar mengahadapi kesusahan. Yang tumbuh dan lahir di atas hamparan kemewahan, mungkin akan menjadi yang pertama tenggelam ketika badai kesulitan mengguncang. Yang lahir dan tumbuh di tengah ujian tak akan goyah oleh sedikit kesulitan. Yang lahir dan tumbuh di tengah angin topan, tak akan masuk angin oleh semilir angin yang ogah-ogahan. Manusia umumnya tergantung bagaimana kebiasaannya.

Berbekal merupakan keharusan, karena perjalanan hidup itu tidak datar. Karenanya, dalam nasehatnya kepada bu Dzar,Rrasululah saw berkata: "Wahai Abu Dzar, perkokohkanlah bahteramu, karena samudera itu dalam. Perbanyaklah bekalmu, karena perjalanan itu panjang, ikhlaskanlah amalmu karena pengintaimu itu sangat jeli".

Hari ini, kala kita masih bertemu matahari pagi, saat kita masih bisa bebas menarik nafas, adalah saat-saat termahal untuk kita mengais bekal, untuk menaabung dengan tekun bekal menyongsong hari esok yang masih kelam. Saatnya membuang rasa malas dan kebiasaan menunda-nunda amal. Saatnya kita berbuata. Saatnya kita berbekal, agar esok tidak menyesal.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun