Kita mungkin bukanlah seorang pembuat film yang handal, seperti layaknya drama Korea, di mana panggung kecil di sebuah dapur, bisa diolah menjadi drama hingga puluhan episode. Kita hanya bagian kecil masyarakat yang tidak mampu menggambarkan bagaimana hari pertama berlangsungnya makan bergizi gratis ini, sebuah peristiwa bersejarah ini, memendam banyak cerita yang tak terkisahkan.
Kisah kisah keluarga kecil pedesaan yang didera paceklik, kisah para orang tua masih muda yang ter-PHK. Kisah suka cita orang orang yang diterima PPPK atau yang kecewa. Kisah senang orang tua mendapat discount listrik. Ataupun kisah penggemar bola yang kehilangan STY.
Romantika kehidupan ini seperti tidak bisa mengaburkan begitu saja, situasi hari ini, 6 Januari 2025, saat ada 190 dapur di 26 Provinsi, anak anak Indonesia mendapat makan bergizi gratis.
Setiap dapur memiliki kisah sendiri. Yang bicara makna kebersamaan. The Power of Togetherness. Kesibukan kolektif yang dilakukan masyarakat dari mempersiapkan makanan, memberi pasokan sayuran, hingga kalkulasi agar mencukupi hitungan dari bujet.
Aktivititas ini seperti melupakan kesedihan dari peristiwa PHK, isu-isu hoaks yang gencar dilakukan di media sosial ataupun harga-harga yang mungkin sulit terjangkau karena situasi ekonomi yang sulit. Semua seolah terlupakan dengan adanya aktivitas dan kesibukan baru yang dialami oleh para ibu dan bapak.
Rasa rasanya hari ini, kehidupan negara dimulai dari dapur. Karena dari sini tekad berjuang untuk bangkit dimulai. Dari dapur, mentalitas itu terbentuk. Seperti tergambar di novel Chocolat karya Joanne Harris yang kemudian difilmkan dengan judul yang sama.
Bagaimana dari olahan coklat di dapur seorang single mother Vianne Rocher menciptakan sebuah perubahan yang signifikan di sebuah desa di perkampungan Prancis sekitar tahun 1959.