Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Mending Lempar Tepung, Cela-celaan atau Jadi Korban Propaganda?

4 Januari 2014   13:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:10 332 0

YKS (Yuk Keep Smile) yang awalnya bernama Yuk Kita Sahur, ditujukan hanya untuk program sahur belaka, karena disukai dan faktor rating-share yang tinggi, akhirnya dipanjangkan hingga kini, hingga masyarakatpun terlalu lama melihat tayangan yang katanya tidak mendidik itu.

Bahkan, ada yang sampai berani membuat petisi di www.change.org dengan alasan bahwa acara yang tayang di TRANS TV tersebut sangat tidak berkualitas dengan kata-kata kasar, menyiksa orang (entah itu main tebak-tebakan dengan kaki dimasukkan air es atau menyumpal tepung ke mulut lawan), sampai dengan goyangan tidak jelas yang dilaksanakan full 1 jam dan tidak berubah selama beberapa bulan terakhir, apalagi goyangannya memakai latar musik yang liriknya vulgar serta mengarah ke gerakan vulgar pula (change.org). Bahkan, hingga kini telah terkumpul lebih dari 20.000 penandatangan.

Tapi, kali ini Saya tidak akan membahas program yang melejitkan Caesar itu. Tapi Saya akan mengajak Anda menengok salah satu acara komedi jaman dulu, Ria Jenaka namanya. Populer di era 80-an (saya belum lahir) dan menjadi tontonan komedi kegemaran masyarakat (Ya iyalah, wong TV-nya Cuma satu). Direktur TVRI saat itu, Drs. H. Subrata ingin agar program pemerintah bisa sampai pada masyarakat dengan lancar. Figur Punakawan dipilih karena dianggap dekat dengan masyarakat. Pemainnya ialah Grup Ateng dkk, dengan Ateng sebagai Bagong, Iskak sebagai Petruk, Suroto sebagai Gareng, Sampan Hismanto sebagai Semar/Romo dan Teten sebagai Mono.

Namun, Punakawan yang satu ini sering dijuluki “Punakawan Bermata Satu” karena acara yang digawanginya ini terkait erat dengan propaganda rezim yang berkuasa saat itu, isinya tak jauh dari penyuluhan KB, Transmigrasi, Banjir dan sebagainya tergantung dari departemen atau lembaga mana yang memesannya ke TVRI.

Ya, acara ini memang tak ditujukan menjadi komedi full hiburan seperti YKS, namun tak lebih dari corong pemerintah untuk menyampaikan pesan-pesan mereka agar lebih mudah diterima dan dicerna masyarakat. Sampai-sampai, karena banyak unsur penyuluhan dan propaganda dibandingkan dengan unsur komedi yang sejatinya harus kental dalam acara ini, masyarakat jadi “ogah” menonton.

Ya, setidaknya acara ini masih “normal”, tidak ada adegan dorong-dorongan hingga jatuh, celaan kasar menyakitkan, pukul-pukulan gabus atau bahkan lempar tepung, jangan harap bakal ada! Ya, walaupun “bermuka dua”, (berbungkus komedi namun isinya ya itu tadi, propaganda) program ini masih dibilang sehat, lah.

Kalau dibandingkan dengan acara komedi jaman sekarang, wah.. Jangan ditanya, sangat berbeda sekali 180 derajat. Coba bayangkan misalnya Cagur, Raffi, Billy, Soimah dan Olga menyampaikan pesan-pesan propaganda pemerintah misalnya tentang KB dan sebagainya. Tuiiinggg… Bisa stroke berjamaah masyarakat Indonesia jika hal itu benar terjadi. Atau dibalik, jika komedi jaman dulu sudah ada lempar tepung, cela-celaan, pukul-pukulan gabus. Jaman dulu saja sudah parah seperi itu, bagaimana dengan jaman masa kini. Jika itu benar terjadi, tambah bobrok masyarakat. Hiii…

Maklumlah, mengutip kata-kata Dorce, manusia tak ada yang sempurna. Program televisi juga tak ada yang sempurna, apalagi komedi. Tergantung kita menyikapinya.

Keep Smile :) *eh..

Thanks to: lapanpuluhan.blogspot.com, tabloidbintang.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun