Globalisasi dapat diartikan sebagai suatu  proses universalisasi, yaitu proses mengglobal nya sebuah kebudayaan atau fenomena ke seluruh dunia. Proses pengglobalan ini merupakan proses untuk menjadi "satu". Globalisasi dewasa ini telah mempengaruhi berbagai aspek dalam hubungan global seluruh dunia  internasional, mulai dari ekonomi, politik, militer hingga budaya. Dalam 3 dekade terakhir tercatat skala dan bahwa adanya perkembangan  lingkup hingga keterlibatan global yang  semakin jelas. Keberadaan globalisasi semakin tampak nyata, batas negara kini bukan lagi  merupakan suatu hambatan untuk meraih suatu hubungan internasional.
Globalisasi menjadi faktor pendorong utama dalam munculnya istilah budaya populer.  Budaya populer merupakan salah satu dampak dari globalisasi yang biasanya berupa  permasalahan kehidupan sehari-hari. Budaya ini merambah pada dunia hiburan yang biasanya jika menempatkan unsur populer, maka budaya tersebut akan memperoleh kekuatannya melalui media massa yang kemudian oleh masyarakat digunakan pada kehidupan sehari-hari (Hong, 2014:91 dalam Sari, 2018: 2).
Salah satu dari budaya populer adalah sebuah fenomena yang amat tersohor di seluruh dunia serta menjangkit hampir seluruh masyarakat di dunia. Fenomena ini kerap kali menjadi buah bibir yang tak henti dibicarakan, bahkan berhasil menciptakan standar baru hampir dalam segala aspek kehidupan masyarakat dunia Internasional. Fenomena ini dikenal  dengan istilah Korean Wave atau Hallyu Wave . Korean Wave merupakan suatu fenomena yang dipelopori oleh Korea Selatan dalam bentuk menyebarkan budaya negaranya ke seluruh bagian dunia. Demam akan Korean Wave kini  telah meliputi hampir pada seluruh bidang seperti dunia perfilman, musik industri, dunia kuliner, fashion, pariwisata hingga produk-produk rumah tangga. Segala hal yang berhubungan dengan Korean akan selalu  menjadi trendsetter di kalangan masyarakat seluruh dunia. Bahkan jika berkaca dengan fakta yang ada di masyarakat, Korean Wave kini telah mampu melampaui pengaruh budaya populer (popular culture) lainnya yang telah lebih dulu eksis dan mendominasi kancah internasional, seperti J-Pop ( Jepang ) dan Hollywood ( Amerika ).
Pesatnya kemajuan teknologi dan derasnya arus globalisasi menjadi salah satu unsur pendukung suksesnya penyebaran budaya populer Korean Wave. Korean Wave bukan hanya tentang K-Drama tetapi di dalamnya terdapat berbagai dimensi penyebaran seperti musik atau yang biasa disebut K-Pop, K-fashion, K-Beauty, makanan-makan Korea, dan lain sebagainya. Bahkan hingga hari ini Indonesia termasuk sebagai salah satu negara dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penyebaran unsur budaya populer Korean Wave didukung oleh adanya globalisasi di mana teknologi yang kian canggih sekarang ini mempermudah masuknya kebudayaan asing tanpa adanya kontak fisik. Arus korean wave merupakan bukti nyata dari adanya difusi kebudayaan. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, sangat relevan untuk mengkaji fenomena Korean Wave melalui pendekatan teori sosiologi kebudayaan.
Â
"Budaya popular adalah budaya yang banyak disukai, dan karya yang dilakukan untuk menyenangkan orang." (dalam Ardia, 2014: 14). Sedangkan budaya dinyatakan melalui pendapat Marx , bahwa budaya manusia memiliki asal-mula sosial dan tak dapat dipandang sebagai turunan langsung dari alam dan dari naluri-naluri bawaan (innate instincts) makhluk manusia. Bagi Marx, budaya berasal dari aktivitas produktif manusia. Maka, ketika manusia memperluas pekerjaan yang mereka lakukan melampaui kebutuhan hidup, mereka memulai pengembangan kesadaran-diri (self-consciousness), hal ini menjadi faktor pendorong dalam membuka peluang untuk secara aktif dalam menciptakan budaya mereka sendiri. Pendapat Marx apabila dikaitkan dengan teori difusi sebagai faktor pendorong bercampur nya suatu kebudayaan, maka akan menghasilkan suatu hipotesis baru, bahwa upaya transmisi maupun difusi, dilakukan secara sadar guna memperluas pengembangan diri yang telah melalui kesadaran diri (self-consciousness) . Dalam proses difusi, pada mulanya, persebaran unsur-unsur kebudayaan dikarenakan oleh adanya aktivitas kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari suatu tempat ke tempat lain di muka bumi. Namun dewasa ini, perpindahan unsur-unsur kebudayaan dapat  terjadi dengan mudahnya, perpindahan unsur-unsur kebudayaan terjadi tanpa adanya perpindahan kelompok-kelompok tertentu.
Terdapat bentuk dari difusi kebudayaan yang relevan dengan topik pembahasan kali ini, yaitu penetration pacific yang artinya pemasukan secara damai. Seperti namanya "pemasukan secara damai" unsur-unsur kebudayaan asing masuk dengan tidak sengaja dan tanpa paksaan, sesuai dengan teori dari Karl Marx, bahwa secara perlahan kebudayaan dapat terbentuk karena adanya pengembangan kesadaran diri, dalam membuka peluang secara aktif untuk menyatunya sebuah kebudayaan, atau bahkan menciptakan suatu kebudayaan baru. Sebagaimana dalam proses kehadiran Korean Wave, sebagai popular culture yang secara aktif merambah hampir seluruh dunia. Proses kedatangan, pengenalan, hingga penerimaan budaya ini menggunakan perspektif penetration pacific, dimana kehadirannya datang secara damai, bisa karena tidak sengaja maupun disengaja dengan proses pembiasaan melalui media massa.
Kemudian, Hoenigman memprakarsai tiga kerangka gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, dan artifacts setelah seorang pakar sosiologi Talcot Parsons bersama seorang pakar antropologi A.L Kroeber menganjurkan untuk membedakan antara wujud kebudayaan sebagai suatu sistem gagasan-gagasan serta konsep-konsep, dan wujudnya sebagai rangkaian tindakan serta aktivitas manusia yang berpola (Koentjaraningrat, 2009: 150). Yang akan penulis ulas kali ini adalah kerangka ideas yaitu wujud kebudayaan sebagai gagasan, nilai dan norma, dalam fenomena Korean Wave, kerangka ini meliputi mindset mengunggulkan budaya Korea, terlebih pada penggemar fanatiknya, hal ini menyebabkan timbul keinginan untuk mengikuti hal-hal yang dipakai oleh idolanya, misalnya gaya rambut, jenis pakaian, dan lainnya. Pernyataan ini didukung oleh argumen Semeniketal (2012:178) yang menyatakan bahwa manusia mengkonsumsi sesuatu berdasarkan pada fungsi dan emosi yang berkaitan dengan kesenangan dan gaya hidup.
Â
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebaran budaya Korea serta fenomena Korean Wave apabila dilihat melalui perspektif teori difusi dalam ilmu antropologi terdapat perbedaan dalam proses penyebaran jika dibandingkan dengan penyebaran pra-globalisasi. Dulu penyebaran dilakukan dengan wujud kontak fisik dimana para sekelompok orang membawa unsur-unsur kebudayaan kemudian melakukan transfer kebudayaan dengan cara berpindah-pindah. Sedangkan di zaman yang sudah modern ini penyebaran kebudayaan terjadi sangat cepat dan mudah. Kemudian, melalui konsep budaya yang dinyatakan oleh Karl Marx, bahwa transmisi budaya maupun difusi kebudayaan dilakukan secara sukarela dan secara sadar dengan tujuan untuk melakukan revolusi diri dengan pengembangan intelektual dan kebudayaan. Fenomena korean wave merupakan bagian dari kerangka ideas, sebagaimana yang dinyatakan oleh Hoenigman bahwa Korean Wave pada mulanya hanya berupa penerimaan gagasan, penerimaan nilai-nilai dan penerimaan kebudayaan itu sendiri.
Sumber Buku
Abdullah, Irwan. 2010. Konstruksi Dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Aniek Rahmaniah. 2012. BUDAYA DAN IDENTITAS. Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya
Koentjaraningrat. 2014. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sumber lainnya:
Galuh Kinanti. 2019. Korean Wave : Studi Tentang Pengaruh Budaya Korea Pada Penggemar K-Popdi Semarang. Skripsi Program Studi Antropologi Sosial Universitas Diponegoro.
Ida Ri'aeni dkk. 2019. Pengaruh Budaya Korea Terhadap Remaja di Kota Cirebon. Jurnal Komunikasi vol.1 No.1