Pada saat masa kuliah, aku merasa tertarik untuk kembali mengunjungi Taman Surgaku bersama para sahabatku, dan aku telah membayangkan saat-saat masa kecil dulu masih bisa kutemui lagi saat ini mungkin akan menjadi lebih indah lagi ujarku. Sesampainya di tujuan, aku terperanjat dengan apa yang kulihat sekarang, tidak ada lagi jalan setapak menuju taman surgaku karena telah diganti dengan jalan besar yang bisa dilewati oleh kendaraan besar, tak kulihat lagi pohon besar di kiri dan kanan jalan menuju kesana dan yang tampak hanya bangunan villa, apartemen, kondomonium, hotel dan tempat-tempat penginapan serta rumah makan, tak kurasakan lagi kicauan burung bernyanyi, lengkingan suara kera dan semilirnya angin yang gemerisik serta udara sejuk yang menyambut kedatangan kami karena semua sudah berbeda 180 derajat. Welcome to my Jungle sudah berubah menjadi "Welcome to my City" karena apa yang kurasakan sudah sama persis ketika aku berada di kota. Sesampainya di taman surgaku, aku lebih kaget lagi dimana taman surgaku telah berubah menjadi taman biasa dimana banyak bangunan buatan manusia yang mengurangi kenikmatan untuk bisa menyatu dengan alam, hawa yang dulunya dingin waktu pagi tiba berubah menjadi hangat karena matahari langsung menerpa kami tanpa perlindungan pohon-pohon besar disekelilingnya. Air terjun yang curahan airnya sangat deras dan jernih sekali sudah berkurang volume dan debit airnya dan aku melihat ke atas, sungguh lebih mengenaskan dimana pepohonan rindang dan besar yang mensuport debit air ternyata sudah berganti dengan lahan kosong tanpa pepohonan dan tampak beberapa jalan setapak menuju keatas... Benar-benar perusakan alam yang benar-benar membuatku prihatin... Jika selang waktu 10 tahun semuanya telah berubah drastis... Saya jadi berpikir bagaimana nasib anak cucu kita kelak ?... jika yang saya rasakan sedikit dari total populasi hutan di bumi ini yang mengalami nasib tragis, berapa banyak lagi hutan yang mengalami nasib serupa dan bahkan lebih parah lagi.
Untuk mengurangi kerusakan hutan di muka bumi ini khususnya di negeri kita tercinta dimana negara kita merupakan negara yang mempunyai luasan hutan terbesar ketiga di dunia, terkaya dalam hutan gambut global dan hutan mangrove dan tidak hanya sebagai paru-paru dunia tetapi juga merupakan sumber kehidupan, makanan, obat-obatan serta pusat keragaman flora dan fauna salah satu yang terbesar di dunia, maka kita harus tahu "root couses" dari tereduksinya hutan kita yang makin hari makin mengenaskan. Setumpuk permasalahan kehutanan kita bermuara pada ketamakan sebagian besar masyarakat kita yang diamini oleh kebijakan pemerintahan yang terlalu mengeksploitasi hutan Indonesia dengan memberikan kemudahan campur tangan asing dalam mengeksplorasi bumi Indonesia tanpa mau bertanggungjawab terhadap kerusakan ekosistem dan iklim akibat hutan yang tereduksi. Fenomena banyaknya kehilangan ragam flora dan fauna akibat kesalahan dalam penanganan hutan sudah menjadi hal yang biasa dan cenderung dibiarkan berlalu begitu saja, sehingga hutan yang merupakan ekosistem yang terpenting di bumi ini dan juga sebagai penyedia sumber air, penghasil oksigen, penyeimbang lingkungan dan dapat mempengaruhi perubahan iklim di bumi ini seakan dilupakan oleh banyak manusia yang hanya ingin memanfaatkan hutan untuk tujuan memperkaya individu dan kelompok tertentu saja dengan banyak alasan seperti demi kemaslahatan umat tetapi mengorbankan sesuatu yang sangat krusial dan berdampak pada kelangsungan hidup kita bersama dan juga anak cucu kita kelak.
Pemerintah dalam UU no 41 tahun 1999 tentang kehutanan menyatakan bahwa kawasan hutan secara umum mempunyai tiga fungsi yaitu, fungsi produksi, fungsi konservasi, dan fungsi lindung. Pemerintah yang ditunjuk sebagai pengelola dan penyelenggara kawasan hutan melalui amanah konstitusi memiliki peran memaksimalisasi tiga fungsi hutan tersebut, supaya manfaat dan nilai guna dari hutan dapat diperoleh dan dirasakan dengan merata baik itu masyarakat di dalam atau di luar kawasan hutan. Dijabarkan pula bahwa pemerintah dalam menyelenggarakan pemanfaatan ekosistem hutan akan memperoleh manfaat ekonomi yang maksimal jika aspek sosial-budaya lokal diberdayakan lebih partisipatif karena dapat menunjang pembangungan ekologis berkelanjutan dan tentunya keseluruhan manfaat maupun aspek tersebut diatur melalui mekanisme politik yang adil dan demokratis dalam upaya mewujudkan kesejahterahan sosial masyarakat.
Menyusutnya hutan karena eksploitasi manusia sudah semakin parah dimana rata-rata 3 - 5 hektar hutan per menit hilang akibat penebangan ilegal dan pengalihgunaan lahan. Berdasarkan data dari Kementerian Kehutanan disebutkan bahwa hutan di Indonesia yang tersisa dalam kondisi bagus (primer) tinggal 64 juta hektar. Jika hal ini tidak segera diantisipasi, maka anak cucu kita akan hidup tanpa hutan lagi dan jangan sampai anak cucu kita berkata "Bahwa negeri kita dulu mempunyai hutan yang lebat !
Sebagai generasi muda, seyogyanya kita juga harus lebih peduli lagi dengan hutan Indonesia, dan beberapa langkah yang perlu diambil segera untuk menyelamatkan hutan Indonesia dari kepunahan berikut ragam flora dan fauna didalamnya sebagai satu ekosistem adalah sebagai berikut :
1. Perbaikan Tata Perundangan tentang Kehutanan di Indonesia
- Tata perundangan tentang Kehutanan di Indonesia saya pandang masih lemah dalam detail penindakan terhadap oknum besar ilegal logging untuk produk hutan. UUÂ 41/1999 masih belum cukup mampu memberikan efek jera kepada pelaku utama atau beking utama dalam kasus ilegal logging atau bahkan mereka tidak tersentuh dengan UU ini dikarenakan dalam UU Kehutanan, pelaku illegal Logging adalah mereka yang dengan sengaja melakukan penebangan, membawa, menguasai dan mengangkut kayu tanpa surat ijin yang sah, dan semua aktifitas itu tidak dilakukan oleh pelaku utama atau intelektual atau beking ilegal logging, sehingga yang dijerat hukum hanya pelaku di lapangan seperti buruh tebang dan pemilik alat angkut.
- Sanksi hukum bagi yang terjerat pelanggaran masih terlalu ringan dan tidak sebanding dengan kerugian negara atau umat manusia akibat habisnya hutan Indonesia oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Sanksi hukum yang tegas harus segera dibuat agar bisa menghadirkan efek jera pada pelaku.
- Peninjauan ulang terhadap UU Kehutanan yang secara umum terdiri dari tiga instrumen perundangan yang mengakomodir dan mengatur sektor kehutanan, yaitu; UU 41/1999 tentang kehutanan, UU 23/1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, UU 5/1992 tentang konservasi sumber daya alam yang terkait dengan sanksi hukum para pelaku utama ilegal logging yang notabene tidak tersentuh sedikitpun oleh ketiga UU diatas.
- Untuk Perijinan eksploitasi hutan harus dibuat UU tersendiri, karena perijinan eksploitasi ini harus diatur sedemikian rupa dan lebih dipersulit lagi untuk memperoleh ijin eksploitasi meski bertujuan untuk kebaikan, karena kategori baik tidak cukup untuk mengganti hutan kita yang akan habis jika kita terlalu mudah memberikan ijin, karena banyak kasus bahwa perolehan perijinan itu telah disalahgunakan untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu saja.