Sebagaimana pernyataan Wapres Boediono bahwa Inpres no 9/2011 tentang rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi ( RA-PPK ) tidak ada gaungnya sama sekali, merupakan betuk pengakuan wapres akan lemahnya kepemimpinannya. Pernyataan ini juga sekaligus menggambarkan bahwa kementerian terkait dan penegak hukum dalam lingkup eksekutif seperti Polri, Kejaksaan Agung tidak patuh atas instruksi ini." Padahal , sejumlah aksi nasional yang diinstruksikan pada Mei 2011 memerintahkan kementerian dan lembaga penegak hukum melakukan upaya-upaya khusus mencegah dan memberantas korupsi. Mengapa tidak dipatuhi ?. Terjadi karena Boediono tidak mampu menciptakan sebagai sosok yang dipentingkan oleh penanggung jawab organ pemerintah itu.
Dalam kenyataanya, sebagai wapres Boediono tak ubahnya bagaikan ban serep, berfungsi jika ban utama kempes. Ewuh pakewuh yang dialami oleh Boediono atau latar belakangnya yang tidak mempunyai kemampuan menghimpun berbagai kepentingan, situasi ini semakin memburuk pasca pengungkapan berbagai skandal yang terjadi di tubuh Partai Demokrat, dimana SBY merupakan Dewan Pembina. Dugaan praktik korupsi yang melilit para penguasa dan lingkaran elitnya, dipastikan berimplikasi pada kinerja pemerintahan dalam pemberantasan korupsi. Partai Demokrat menjadi partai perkasa tak tersentuh hukum karena faktor sungkan yang masih melekat pada diri Boediono. Mestinya, Boediono yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan inpres tersebut dapat memfungsikan diri pada garda depan demi kepentingan nasional.
Seperti diberitakan , Wakil Presiden Boediono menyesalkan upaya pemerintah melakukan percepatan pemberantasan korupsi tidak tersosialiasi dengan baik. Boediono mengatakan bahwa untuk percepatan pemberantasan korupsi sebetulnya pemerintah telah memiliki Instruksi Presiden No. 9 tahun 2011. Inpres tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (RA-PPK) yang ditandatangani 12 Mei lalu itu, menurut Boediono, sangat penting sebagai orientasi bagi pemberantasn korupsi di Indonesia. Dari apa yang disampaikan oleh Wapres tersebut yang terkesan adalah fungsi wapres tak lain sebagai pengamat, bukan sebagai pemegang mandat untuk memerintahkan. Sebab, kisah kisruh didalam partai Demokrat dimana SBY bertindak sebagai pembina pastinya akan menimbulkan conflict of interest pada diri SBY untuk melakukan tindakan tegas maka disinilah dibutuhkan peran wapres untuk mejalankan tugas terlepas dari kepentingan diri sendiri.