Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Inilah Kebohongan Din Syamsudin.

25 Januari 2011   18:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:11 1028 0
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syetan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang dzalim itu sesudah teringat (akan larangan itu),” (Al-An’aam: 68).

Sebuah ayat dalam Al Qur'an yang pastinya sangat mudah dimengerti oleh penganut ajaran Islam, tetapi anehnya jika ada artikel di kompasiana yang dinilai memperolok Islam, walaupu maksudnya bukan hendak memperolok justru menarik minat pembaca, bukan karena isi artikelnya yang menarik tetapi didorong oleh sikap marah.  Hanyalah sebuah contoh prilaku mereka yang mengaku memahami ajaran Islam disekeliling kita, hal ini tak jauh berbeda didalam komunitas masyarakat dengan segala atribut ke Islamannya melakukan aksi  melakukan tindakan razia tempat2 hiburan yang dianggap dapat merusak moral.  Padahal, jika memahami ayat tersebut diatas maka jelaslah bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan, tinggalkan dan jauhi jika tidak sesuai dengan ajaran Islam.  Maka, tempat2 yang  dinilai maksiat dan tidak sesuai ajaran Islam tidak akan dikunjungi oleh umat muslim dan tidak perlu repot2 melakukan demo atau razia karena tidak mempengaruhi umat muslim.

Tokoh Agama sekelas Din Syamsudin tentunya tidak diragukan lagi penguasaan ilmu agamanya, namun kenyataannya memilih jalan lain dari ajaran Islam dengan melakukan tuduhan kebohongan terhadap pemerintah. Tentu saja hal itu mengundang konfrontasi sebab apa yang dilakukan tidak sejalan dengan ayat dalam Al Qur'an tersebut diatas yang mestinya Din mengajak umatnya menjauhi pemerintahan jika pemerintah telah berbuat dzolim terhadap rakyat.  Berbeda jika Din menyatakan diri sebagai politikus, tentunya tidak perlu menunjukkan sikap keagamaannya. Sebuah kebohongan yang telah dilakukan oleh Din Syamsudin yang mengatas namakan tokoh agama dan reaksi yang diterima adalah sebagai konsekwensi dari kebohongannya itu.

Dalil agama sering dipakai sebagai pembenaran sikap yang kadang terlihat kontradiksi dengan apa yang diajarkan sebab mengambil ayat hanya sepotong hanya untuk kepentingannya. Disinilah sebetulnya kita membutuhkan pedoman dalam berpolitik maupun dalam kehidupan sosial kemasyarakatan agar kita sebagai rakyat mempunyai sikap, tidak membebek karena terbujuk rayuan kampanye politik. Ayat diatas sangatlah tepat untuk dijadikan pegangan, jauhi pemimpin yang tidak mencerminkan sikap sebagaimana ajaran Islam maka kita akan mendapatkan pemimpin sesuai harapan kita.   Sebab, sebagaimana yang terjadi selama ini, rakyat tidak mempunyai pegangan, sering tergoda oleh iming2 sembako dan saweran yang sesungguhnya tidak mencerminkan sikap yang fair.

Ibarat ayam dan telur, kemiskinan dahulu yang dihilangkan  atau demokrasi, pilihannya adalah demokrasi tetapi rakyat berteriak karena tidak kunjung makmur. Sebaliknya, kemiskinan dapat dihapuskan, minimal dikurangi, masyarakatpun berteriak karena menilai pemerintah otoriter.  Adalah sebuah prinsip yang mendasar, kemajuan hanya diperoleh jika  semua bersatu berjalan menuju satu tujuan dan itu hanya dapat terjadi apabila pemimpin bersikap otoriter didalam rakyat yang belum lepas dari kemiskinan.  Dalam situasi seperti ini, mungkin yang paling bijak dilakukan oleh tokoh agama adalah mempertebal keimanan sesuai ajaran agama, jauhi pemimpin yang korup dan dzolim. Sikap menuduh justru  merupakan hal yang kontra produktive karena pemerintah sibuk membela diri dan menimbulkan pro kontra yang hanya menambah ketegangan didalam masyarakat yang makin mudah tersulut emosinya.

Apa yang dilakukan oleh Din Syamsudin dan apa yang dialaminya sesungguhnya akibat sikap yang membohongi ajarannya sendiri, ajaran Islam tidak menyarankan menuduh tetapi nilailah dan jauhilah pimpinan yang tindakannya tidak sesuai ajaran islam dan kesempatan itu terbuka untuk mendapatkan pimpinan  harapan, tetapi nanti tahun 2014.  Diperlukan kesabaran untuk menanamkan pemahaman ajaran islam sebagai pedoman rakyat memilih pimpinanya.  SBY dinilai telah melakukan pembohongan publik dengan politik pencitraannya dan mestinya hal itu adalah sebuah kenyataan yang harus diterima karena naiknya SBY kepucuk pimpinan tertinggi oleh karena pilihan rakyat.  Menanamkan ajaran Islam sebagai pedoman kehidupan berpolitik maupun kemasyarakatan sesungguhnya merupakan kewajiban tokoh agama dan harus diakui pula bahwa korupsi serta tindakan2 yang bertentangan dengan ajaran agama karena tokoh agama tidak mampu menanamkan ajaran agama secara  benar pada bangsa ini.   Lalu siapakah yang harus bertanggung jawab ?.   Mudah untuk mencari kambing hitamnya, Yaudilah yang harus bertanggung jawab.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun