Gaya hidup para pejabat negara seperti tadi sesungguhnya merupakan hal yang lumrah jika negara ini mengalami kemajuan dan telah membawa rakyat pada taraf kehidupan yang layak. Untuk memenuhi gaya hidup seperti itu, siasat pun dilakukan dengan mengeluarkan pungutan macam2 serta pembabatan hak rakyat seperti hak menikmati kekayaan alam. Pemerintah berdalih BBM bersubidy, padahal pemerintah telah melakukan pembohongan kepada rakyatnya, subsidy sesungguhnya merupakan selisih harga BBM yang berlaku internasional dengan dalam negeri. Jika subsidy dihapuskan, undang2 dasar yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam dikuasai negara untuk dimanfaatkan kepentingan rakyat cuma tertulis saja, faktanya untuk kepentingan para pengatur negara ini. Sementara rakyat terus dibebani berbagai pungutan dan diusir untuk kepentingan pemodal kuat, cita2 kemerdekaan bangsa ini menjadi mebingungkan.
Melihat situasi negeri seperti ini, sulit mengharapkan uluran tangan pemerintah, berpikir demikian akan mendorong rakyat untuk survive dengan kemampuan yang dimiliki diri sendiri. Pasrah dengan kehidupan akan membuat diri kita menjadi pengeluh dan saling menyalahkan. Salah menyalahkan jika kita sesungguhnya menghadapi masalah, seperti itulah yang terjadi dalam masyarakat kita. Tak mengherankan jika SBY lah yang paling disalahkan karena membawa negeri dalam masalah yang berat bagi rakyatnya. Bersiap menghadapi tahun berikut, keadaan diperkirakan akan semakin berat sebab, pengaruh dari kenaikan harga BBM secara langsung akan mempengaruhi harga kebutuhan pokok masyarakat serta kebutuhan primair lainnya. Menurunnya daya beli masyarakat tersebut, langsung atau tidak akan menimbulkan tuntutan baru para pengurus parpol untuk dapat menggunakan dana negara karena diperkirakan banyak kadernya ikut mengalami kesusahan. Maka, wacanapun sudah berkembang jauh hari sebelum pemilu, sumbangan untuk parpol dari perusahaan dinaikkan, Rp 500 juta dibolehkan. Perusahaan apa yang bersedia menyumbang parpol ?.