Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Waraskah Linda Djalil ?

1 November 2010   17:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:55 1767 0
Saya membaca postingan Linda Djalil yang berisi kekecewaan yang mendalam atas ucapan ketua DPR Marzuki Alie yang dinilai tidak mempunyai perasaan terhadap para korban bencana alam yang melanda kepulauan Mentawai. Walaupun keduanya sama2 bukan korban bencana, mungkin juga sama2 hidup dengan fasilitas yang serba nyaman, tidak harus merasakan kehidupan para korban bencana, tetapi keduanya terlibat terlibat polemik  di Kompasiana. Yang satu memanfaatkan Kompasiana sebagai media curahan hatinya, yang lain menggunakan SMS dalam pembelaan dirinya yang juga di posting di Kompasiana. Membaca polemik seperti itu membuat saya merenung, apakah korban bencana itu mengetahui Linda Djalil membela mati2an nasib mereka, apakah para sukarelawan itu membaca kompasiana ?.

Adalah manusia yang mempunyai peran masing2, ada yang berperan memanfaatkan media sebagai alat untuk menunjukkan simpati atas nasib para korban bencana, ada peran yang dilakukan oleh orang2 yang terjun langsung membantu tanpa pamrih tanpa bicara. Justru mereka yang melakukan aksi tanpa pamrih tanpa bicara itu tidak dikenal sebagai pahlawan bagi korban bencana, sebaliknya Linda Djalil dikenal sebagai pembela nasib para korban dari tulisannya, setidak2nya di Kompasiana.  Masing2 mempunyai peran, peran bicara dan peran tindakan nyata.  Salah satu peran nyata yang dilakukan orang2 yang bertindak tanpa pamrih dan tanpa bicara sebagai panggilan jiwa dan tugas adalah apa yang dilakukan oleh Kompol Anumerta Irwan Hadi, pilot skytruck yang meledak diangkasa Papua dalam misinya memberikan bantuan korban banjir bandang Wasior. Ikut serta gugur dalam tugas kemanusiaan itu adalah Co pilot  Iptu Bayu, dan semua crew pesawat Briptu Hadiriyanto, Ipda Muh Amri, Briptu Syaiful Bahri. Mereka memang sudah tidak dapat mendengar ada pembela nasib para korban bencana, mereka juga tidak dapat mendengar ada orang yang dinilai ucapannya tidak mempunyai perasaan terhadap korban bencana. Mereka gugur dalam misi bantuan korban bencana, semoga amal ibadahnya  selama hidup diterima oleh Allah SWT.

Tak hendak mengecilkan arti peran Linda Djalil, hanyalah sebuah penggambaran fenomena yang terjadi didalam era reformasi dimana kebebasan berpendapat menjadi sangat penting artinya.  Tetapi sayangnya, para pengucap bertengkar dengan para pengucap, penguasapun dituntut karena bencana itu tidak dapat dicegah. Nasib sial mungkin sedang merundung Fauzi Bowo yang dituding tidak becus memimpin ibukota negeri yang macet dan banjir. Tuntutan tanggung jawabpun terus merembet kepucuk pemimpin negeri karena negeri ini sering dilanda bencana. Padahal, sudah sejak lama Jakarta sering banjir, tiba2 banjir itu harus menjadi tanggung jawab penguasa saat ini.

Ucapan paranormal yang diluar nalar akhirnya menjadi rasional, bumi bergolak manusia bertengkar, masanya "goro goro" , sebuah keadaan dimana manusia saling berhantam serta bertengkar, tak ada kemajuan karena saling bertengkar, bertengkar lagi karena tidak ada kemajuan, berputar2 dan terus bertengkar. Namun berita menggembirakan datang juga, pemerintah untuk sementara menutup bantuan asing untuk bencana mentawai, DPR merealisasikan anggaran Rp 150 Milyard untuk tanggap bencana. Marzuki Alie yang rasional itu berpikir korban itu butuh bantuan nyata, bantuan uang untuk mengatasi kesulitannya walaupun tanpa perasaan dan bukan uang pribadinya. Yang menderita karena bencana adalah sebuah kenyataan pahit yang harus dialaminya, yang tewas karena kecelakaan pesawat misi bantuan adalah sebuah kemalangan, yang bersenang2 menikmati malam Haloween adalah kemujuran. Memikirkan prilaku orang lain kita menjadi marah, masih waraskah kita ?. Masih waraskan Marzuki Alie ?. Masih waraskah Linda Djalil ?. Semua pasti masih waras, yang tidak waras adalah zamannya, zaman edan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun