Artikel tentang pandangan terhadap Islam sering dianggap sebagai artikel nekad atau sangat sensitif, hal ini karena kita semua telah dihinggapi penyakit pranoid bila menyinggung soal Islam. Orang sudah dibuat ketakutan akan divonis sesat dan menyesatkan masyarakat,melecehkan agama dan vonis yang menakutkan apabila ada perbedaan pandang, pendapat kita langsung diadu dengan Tafsir Al Qur`an, diadu dengan perintal Allah dll, banyak yang menggunakan Tuhan sebagai bumper untuk menyerang pendapat yang dianggap tidak sejalan yang akhirnya berujung caci maki.
Namun, setelah beberapa kalai postingan artikel Yahudi saya yang bersaing dengan Video mesum dan komment2nya, saya jadikan juga dasar pemikiran saya. Lambat laun artikel yang semula dianggap nekad ini menjadi artikel yang lumrah saja, namun menjadi lebih searah. Walaupun demikian, maksud yang terkandung dalam artikel seperti ini sebuah cara bagaimana mengajak umat muslim ini untuk berfikir bersama, paling tidak di Kompasiana ini.
Adalah pengalaman panjang dalam profesi saya untuk mencari penghasilan sendiri setelah lepas dari ktiak orang tua. Pertama kali ditunjuk oleh orang lain sebagai pimpinan kecil dalam usia 23 tahun, dalam usia itu juga saya mampu membeli mobil second, hasil adalah target. Kemampuan memimpin akan secara otomatis mendatangkan hasil yang lebih besar. Ini adalah kesimpulan awal yang saya dapatkan diawal masa kerja. Ternyata kesimpulan itu merupakan pondasi untuk perjalanan selanjutnya yang pada intinya adalah kemampuan kita menggerakkan orang lain apabila kita mampu mengerti orang lain. Dengan kita mampu mengerti orang lain, sadar atau tidaknya kita telah menguasai orang lain termasuk atasan kita. Makin banyak yang dapat kita gerakkan, makin besar hasil yang didapat.
Sayangnya, banyak diantara kita tidak menyadari hal itu, tidak mampu membedakan hubungan sosial kemasyarakatan dengan hubungan manusia dengan Tuhan. Pemikiran seperti membentuk sebuah kebiasaan, akibatnya banyak bangsa ini hanya terfokus perhatiannya pada hubungan manusia dengan Tuhan, menegur, mengecam jika melihat hal dianggap tidak sesuai dengan interprestasi ajaran islam. Pada akhirnya tanggung jawab sosial terutama untuk diri sendiri didunia ini terabaikan karena perhatiannya lebih banyak pada tingkah orang lain. Ketika kita menjadi miskin karena mengabaikan kewajiban pada diri sendiri, maka yang disalahkan adalah Amerika Serikat, SBY, Sri Mulyani karena membiarkan korupsi. Kemiskinan bukan disebabkan oleh siapapun, kemiskinan disebabkan karena cara berpikir yang tidak mampu membangun diri menjadi manusia yang kuat. Dibalik pemerintah, ada berbagai kepentingan pribadi, janji berpihak pada rakyat, itu hanya slogan politik untuk mencari dukungan, kita lihat saja buktinya, BLT dijadikan jargon kampanye agar mendapat dukungan politik. Fakta2 tersebut adalah manusiawi sekali, tidak ada yang dapat membentuk pikiran orang harus selalu memperhatikan kepentingan orang lain. Jika seseorang mengatakan bahwa yang dilakukan adalah demi orang banyak, hal itu adalah sebuah sikap yang tidak jujur karena seharusnya yang menilai adalah orang lain , bukan ucapan dari dirinya. Banyak diantara kita yang tidak menyadari, bahwa memandang islam secara utuh merupakan jalan menuju kemakmuran dengan membangun diri bukan menuntut orang lain berbuat agar diri kita makmur. Tidak dapat menyalahkan siapaun jika kita miskin, hanya menyalahkan orang lain membuat diri kita semakin dijauhi yang akhirnya membuat diri kita makin miskin karena marah.
Pandangan saya tentang islam seperti ini membuat saya bertekad untuk mandiri, ketika terjadi kerusuhan 1998 akibat krisis ekonomi, saya rasakan betapa sulitnya kehidupan akibat bergantung pada orang lain. Ketika banyak yang tiarap dalam bisnis, saya justru mulai begerak sendiri. Hanya bermodalkan keyakinan, methodenya yang saya terapkan sama dengan methode yang dipakai dalam pengajaran ajaran islam, jadikan diri kita orang baik yang dapat dipercaya, peluang itu akan terbuka dengan sendirinya. Peluang inilah modal utamanya, modal keuangan akan datang dengan sendirinya. Sebagaimana dalam penyebaran ajaran islam pada mulanya, perdagangan adalah peluang yang paling terbuka untuk membangun diri para penyebar ajaran ini sehingga mampu membiayai misinya yang kemudian menjadi sebuah strategi penyebaran ajaran itu sambil berniaga. Perdagangan adalah central dari semua kegiatan umat manusia yang mendorong penguasaan tehnologi, ilmu pengetahuan dan karya.
Dari perdagangan itu muncul industri dan semua kegitan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia, perputaran itu lambat laun membuat dunia terus berkembang seperti saat ini. Dalam sebuah lingkaran yang tidak terputus dengan titik sentral pada perdagangan, industri semakin berkembang yang pada akhirnya memunculkan teori2 pengelolaannya. Kita menentang system kapitalis atau neo liberalisme karena kita tidak memahami esensi dari awal mula berkembangnya sebuah gerak ekonomi. Mempelajari sejarah nabi Muhammad SAW dan perkembangan ajaran islam sesungguhnya kita mendapat pula sebuah gambaran tentang gerak ekonomi yang mendasar. Apa yang dirintis oleh para penyebar ajaran Islam, masuknya para penyebar ajaran itu bukan tanpa kelemahan yang menjadikan bangsa ini bersifat konsumtif. Dalam perdagangan yang dilakukan oleh para penyebar ajaran itu adalah membawa produksi industri dari luar yang selanjutnya membawa produksi alam negeri ini keluar. Keadaan ini terus dipertahankan karena alam negeri ini subur, sedangkan banyak belahan dunia lain yang alamnya tandus. Alam yang tandus membuat manusia berkreasi sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia yang beralam subur. Hasil dari jasa tukar menukar produk inilah sebagai penyokong utama pembiayaan penyebaran ajaran islam itu. Terbiasa dengan alam yang subur membuat kita terfokus pada kemurahan alam, tak mendorong kreatifitas karena memang situasi itu diciptakan agar para pedagang itu dapat tetap menjalankan usahanya. Jika Indonesia didorong untuk berkreasi, maka mata dagangan itu akan menjadi hilang yang akan menyulitkan para penyebar ajaran islam itu sendiri. Berawal dari kegiatan semacam itu akhirnya methode pengajaranpun akan dipengaruhi oleh kepentingan mereka juga. Dengan melihat sejarah seperti itu, seharusnya kita berfikir, apakah methode seperti ini yang membuat kita tertinggal dalam penguasaan tehnologi ?. Sangat mungkin demikian karena bangsa kita akhirnya terbiasa dengan kenikmatan kemurahan alam. Demikian juga dengan negara2 islam lainnya, sebuah fakta bahwa keadaannya tidak jauh berbeda dengan negeri ini, jauh tertinggal dalam penguasaan tehnologi. Tidak perlu mencontoh bangsa lain, yang perlu dipahami adalah diri kita sendiri secara utuh.
Pengalaman dan pandangan saya membentuk sikap bahwa semua yang bergabung dengan saya harus ikut maju, sering saya tekankan, jangan membuat sakit diri saya karena penyakit itu akan menular pada semua yang bergabung dengan saya. Ini adalah sebuah prinsip syariah yang mendasar, manusia adalah kebersamaan, tidak ada yang berbeda. Dengan pandangan seperti itu saya tak segan berada diantara tukang dan buruh, diantara masyarakat bawah maupun yang merasa diatas. Menghilangkan kesan sebagai boss bukan hal mudah, ketika seseorang diperlakukan sejajar, kadang tidak mampu menempatkan diri dalam situasi dimana apa yang saya lakukan tidak sebagaimana umumnya. Pernah suatu saat saya sedang berbincang dengan pejabat tinggi ( menteri ) tentang produk yang saya pamerkan, sopir saya berani memotong penjelasan saya. Ada plus minusnya, kita mengangkat dirinya menjadi lebih percaya diri, memang berhasil membangun kepercayaan dirinya sehingga mempunyai keberanian seperti itu. Marahkah saya, tidak, sebab itu hasil didikan saya sendiri, satu sisi saya berhasil membangun kepercayaan diri, disisi lain saya tidak berhasil menanamkan etika yang seharusnya yang masih dipegang teguh masyarakat. Menanamkan sebuah usaha berbasis Islam sesungguhnya memerlukan perubahan pola pikir yang radikal, sebab pandangan itu telah terbentuk menjadi sebuah tatakrama dimana pimpinan dihormati dengan sikap gaya feodal sehingga menimbulkan jarak sebagaimana strata sosial dalam masyarakat.
Bersambung.