Perbuatan sang Kyai tersebut bukanlah untuk yang pertama kalinya, sebelumnya sang kyai telah melakukan perbuatan serupa namun tidak ada tindakan. Agaknya tindakan sang Kyai tersebut mengundang kemarahan warga yang menutup pondok pesantren yang diasuh sang kyai cabul tersebut. Lambatnya penanganan hukum sudah sering membuat warga mengambil tindakan sendiri seperti yang dilakukan terhadap ponpes Nurul Hidayah tersebut. Bukan itu saja, perbedaan fahampun sudah sering menjadi tindakan pengrusakan.
Kasus tersebut makn menambah daftar panjang lembaran hitam sikap yang ditunjukkan oleh pendidik yang mestinya menjadi contoh dan teladan bagi muridnya. Guru yang mencabuli muridnya bukan kali ini terjadi dan juga berujung dengan pembunuhan menambah suramnya prilaku pendidik. Belum lama berselang terjadi hukum tampar terhadap murid dan tindakan kekerasan yang mengakibatkan kebutaan. Kyai bodong, mungkin tepat untuk julukan Kyai Sodikin, kyai yang sudah mempunyai istri 5 orang ini rupanya tak pernah merasa puas, anak berumur 11 tahunpun tetap menarik minatnya.
Kekerasan seksual terhadap anak didik tentunya mengundang kekhawatiran para orang tua, perbuatan seperti yang dilakukan oleh sang kyai bodong tersebut sudah sering diberitakan. Perbuatan tersebut bukan hanya merusak masa depan muridnya tetapi juga menodai ajaran islam itu sendiri. Sjech Puji yang lolos dari jeratan hukum karena menikahi gadis dibawah umur, seperti juga juragan bensin yang menikahi anak 11 tahun, semua berlindung dibalik ajaran agama. Dalih sah secara agama tersebut memberikan peluang penderita pedopili untuk melaksanakan aksi bejatnya dengan aman. Kita lihat saja perjalanan sang Kyai, beristri satu orang, masih belum puas hingga istrinya berjumlah 5 orang. Dengan istri yang berjumlah 5 orang tersebut, masih pula mencari korban yang tentunya sudah lebih dari dua orang muridnya menjadi korban.