Belum tuntas rasa bangga melihat prestasi para siswa SMKN 2 Solo, yang berhasil mewujudkan mimpi membuat mobil nasional. Tiba-tiba khalayak dikejutkan berita mengenai sikap yang begitu sarkastis dari seorang pejabat wilayah. Alih-alih mengapresiasi keberhasilan tunas-tunas bangsa tersebut, Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo malah mempertanyakan keputusan Walikota Solo, Joko Widodo, yang memutuskan untuk menjadikan mobil itu sebagai kendaraan dinas.
Keputusan walikota yang akrab disapa Jokowi ini dianggapnya sembrono. Bahkan secara terbukaBibit menyindir, keputusan ituhanyalah untuk cari muka dan popularitas. Alasannya sangat normatif, buah karya para pelajar SMK belum laik jalan dan tidak jelas sertifikasinya.
Padahal, beragam kalangan, mulai dari anggota DPR, menteri, sampai KiJoko Bodo, memuji hasil karya dari para pemuda yang selama ini sering dituding publik sebagai jago tawuran antar sekolah itu.
Sikap yang begitu reaktif dari seorang pejabat sekaligus pemimpin wilayah yang notabene juga membawahi sekolah tersebut, tentunya sangat menyakitkan hati para pelajar berprestasi itu. Bukannya pujian yang mereka terima, malah pernyataan sinis yang menusuk sanubari.
Salut untuk Pak Jokowi. Program cinta produk nasional tidak hanya sebatas pidato. Namun diwujudkan dalam langkah nyata. Dia berani memutuskan langsung menggunakan mobil itu, tanpa khawatir akan nabrak kebo - sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Pak Bibit. Pantas saja kalau akhirnya di mata publik dia lebih populer dari gubernurnya.
Jika bangsa ini mau maju, tentunya butuh pejabat yang sedikit bicara banyak bekerja, dan memberikan contoh langsung kepada masyarakat. Tanpa sosok seperti ini, maka kita hanya akan menjadi bangsa yang berjalan sendiri tanpa pemimpin yang dapat dijadikan panutan. Birokrat dengan rakyat seolah seperti air dengan minyak, yang tidak bisa menyatu dalam mengejar mimpi tercapainya kemajuan bangsa.
Sikap yang ditunjukkan oleh Gubernur Jateng jauh dari harapan tersebut. Padahal, Presiden saja tidak comel dan nyinyir mengomentari sikap Dahlan Iskan yang memutuskan untuk menggunakan kereta komuter ketika akan menghadiri rapat kabinet di Bogor. Pak SBY tidak menilai langkah Menteri BUMN itu sebagai ajang cari muka dan popularitas. Bahkan, dia mengapresiasi dan menghormati sikap Pak Dahlan yang sangat merakyat tersebut.
Semoga saja langkah nyata itu menulari pejabat lainnya. Sehingga, rakyat tidak merasa berjarak lagi dengan para pimimpinnya. Dengan demikian, tanpa perlu repot pencitraan, masyarakat dengan sendirinya akan menaruh hormat bahkan mencintai mereka.
Sekali lagi, salut untuk para siswa SMK dan siswa-siswa Indonesia lainnya yang telah berprestasi. Semoga tidak pupus harapan mereka, dalam menyikapi sikap nyinyir dari orang tua yang seharusnya menjadi panutan.