Pertama, penjaga telepon instansi umumnya berbeda dengan etos resepsionis lembaga bisnis seperti bank, hotel yang sudah memiliki dan terlatih dalam "telephone courtesy". Kedua, menerima telepon di instansi menjadi pekerjaan sambilan dan umunya tanpa dilengkapi info/data yang siap atau bisa diakses seketika dengan menyediakan komputer di sampingnya. Ketiga, mental birokratis . kalau perlu ya datang kesini dong atau ngapain susah-susah.
Saya suatu saat mencoba menelpon instansi terkait data yang saya perlukan utk sebuah artikel yang sedang saya tulis. Beberapa kantor yang saya kontak saya hubungi, beragam pula cara menjawabnya. Ada yang berteriak memanggil temannya, ada yang meminta saya datang ke kantornya, ada yang bingung. Lalu saya coba mengandalkan pengalaman empirik saja bahwa data ketinggian tempat sebetulnya justru sudah terpampang di setiap setasiun Kereta Api jadi tak perlu bertanya ke Dinas Meteorologi, atau BPS, atau lainnya.
Nah, pengalaman saya ini justru unik dan nyata. Beberapa waktu lalu saya akan melakukan tour bersama rombongan ke Surabaya sementara TV memberitakan ada banjir di Pasuruan. Karena harus berangkat malam pukul 12 tentu saya harus memastikan kondisi jalan di daerah Pasuruan yang rawan banjir. Di tengah kebingungan akan bertanya ke mana ( DLLAJR, terminal, meteorolgi yg mungkin kantornya tutup), tiba-tiba timbul ide menanyakan hal itu lewat memasang status di facebook.
Luarbiasa, dalam sekejap saya mendapat jawaban yang valid dan menyenangkan.
Agar tidak sekedar menebar wacana ada usulan sederhana, setiap instansi yang langsung berkaitan dengan publik seyogyanya mempunyai resepsionis yang khusus menerima telepon dan melengkapinya dengan komputer yang siap dengan data/informasi yang biasa diminta publik. Jangan lupa bekali mereka dengan " telephone courtesy".