Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Chapter 4 : Dalam Buaian Berhala

31 Mei 2013   13:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:45 96 0
Redup, terang, rembang


Jiwa tertatih dalam gamang


Kutahu kau menyimpan


Seribu satu rasa yang tak mudah


Karena itu adinda


Kuyakinkan semuanya


Tak perlu bertanya


Aku pun tak akan sanggup


Bila kau terhalang awan


Karena lebih mudah bagiku


Meyakinkanku akan cintaku


Dari pada meyakinkanmu


Aku cinta kamu


Dan bukankah itu sudah aku


pahat di salah satu bagian dari gunung di selatan


Pandanglah


Ia ada disana, menunggumu


Untuk kau tambahkan satu kata lagi


Untukku





Semenjak menganggur, spiritualitas adalah masalah bagiku. Aku tidak lagi mempercayai prinsip-prinsip hidup yang sudah semenjak kanak-kanak diajarkan oleh kakek dan ustad-ustadku. Aku telah murtad, kata orang.


Entah dimulai sejak kapan.


Pertanyaan itu tidak penting.


Tapi orang kadang suka meributkan hal-hal yang tidak penting. Seperti temanku yang kemarin mampir selama 1 minggu disini. Dalam sehari mungkin tiga atau empat kali dia bertanya alasan kenapa aku tidak shalat lagi. Bukan tidak mau menjawab atau tidak bisa menjawab. Tapi apakah itu penting?






Kehidupan ini kehilangan substansi karena orang banyak meributkan hal-hal yang tidak penting. Yang miskin mengeluh karena tidak punya uang, yang kayapun mengeluh karena menurutnya ia tidak pernah bahagia. Setidaknya itulah yang sering aku lihat di sinetron.


Sinetron itu tidak penting.


Karena itu banyak disukai orang.


Aku bersiap-siap untuk mengerjakan sesuatu yang penting : mengajar.


Hal itu menjadi penting karena aku akan bertemu Nurhasanah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun