Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Kuasa, Seorang Ayah, Pekerja Jujur, dan Sekedar Pejalan Kehidupan

10 Januari 2011   08:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:46 199 0

Bersama Ningkanang (50 tahun), Dari Palopo Pakuasa hijrah ke Makassar Sulawasi Selatan Dua Puluh Dua tahun silam. Kini mereka tidak hanya berdua ; Fitrianti,Irwanto, dan Agustono pun ikut mewarnai hidup sederhana mereka……

Pakuasa memulai pagi di seputaran Universitas Hasanuddin tukang becak. Terlihat beberapa kali senyuman Pakuasa tertuang saat segelintir mahasiswa menyapanya. Sempat terpikirkan oleh Pakuasa tentang pentingnya pendidikan, tetapi ketidakberdayaan pada keadaan kembali memporak–porandakan mimpi yang baru saja akan bersemaiam di benaknya. Semua itu tak membuat semangat Pakuasa surut menghidupi keluarganya walau dengan bermodal pendidikan tanpa sekolahan. “dalam hidup hanya satu yang saya sesali, Tono dan Anto tidak bisa sekolah. Bahkan mereka sendiri sudah tidak berminat lagi untuk sekolah seperti mahasiswa – mahasiswa di kampus… Tampaknya pekerjaan saya akan menjadi pekerjaan turun temurun,” ujar Pakuasa pelan, dan setelah itu menghembuskan nafas panjang.

Matahari naik meninggi, Tepat tengah hari bolong, di Jalan Politeknik Unhas Makassar. Pakuasa terlihat sesekali mengusap peluh yang mengalir deras di dahi kala ia kembali setelah mengantar penumpang. Tak hentinya penumpang datang untuk diantarkan ketempat tujuan, pakuasa dengan sigap memandu becaknya tanpa pernah menghitung jarak yang akan ditempuh. Teriknya sinar matahari tak pernah menyusutkan semangat pakuasa. Dengan bermodalkan keyakinan dan kerja keras,dari tahun 1985 sampai sekarang ia masih menggoes becak tuanya yang sudah mengalami modifikasi kanan – kiri……

Pulanglah Pakuasa kerumah, karena Langit sudah mulai memerah, dan Senja datang membawa pesan malam kepadanya. Dari kejauhan tampak tono  pun kembali dari Ngojek. Mereka beristirahat sejenak. tetapi Demi waktu yang tersedia, mereka bersegera makan malam bersama. Setelah itu Anto (13 tahun) baranjak merapihkan semua barang – barang jualan kedalam becak, yang nantinya akan dibawa menjual didepan jalan Politeknik Unhas oleh pakuasang dan Ningkanang sampai tengah malam, sampai mata tak kuasa untuk terpejam.

“Hari ini saya dapat lima belas ribu rupiah dari hasil bawa becak, dan sekarang sudah habis lagi untuk makan. Tetapi dikantong saya masih ada lima ribu, untung dari berjualan dan tono yang tadi membawa dua orang. Hari ini lumayan ada yang bisa ditabung walau beberapa ribu perak. Untuk beli becak lagi. Biar Anto bisa membawa becak juga untuk tambah – tambah ”. ujar Pakuasang dengan pandangan yang redup.

Setiap hari pakuasang melalui detik demi detik kehidupan dengan kerja keras. Kejujuran pakuasang dalam menyadari kehidupan tidak menyeretnya kedalam lembah penyesalan. Betapa mahalnya harga satu hari baginya, hingga kehormatanpun tertampikkan jadi barang langka. Mungkin sebagian dari kita tak pernah menyadari kehadirannya, Tapi toh ia tetap datang dalam sebuah warna dikehidupan, kita pun juga. Dalam keheningan tidurnya, kulihat pakuasang masih bisa tersenyum memandang mimpi– yangentah apa?……………….

Jangan khawatir akan kehormatan.

Beberapa diantara kita memang terlahir sebagai orang terhormat,

beberapa meraih kehormatan,

dan beberapa lagi tertimpa kehormatan.

Shakespeare, Twelfth Night, II.v.143

Ilham.f

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun