Sekarang makin terasa nyata bahwa walikotanya kota pendidikan ini tak punya konsep, empati, dan aksi yang bermanfaat untuk warganya. Sejak tahun lalu dilantik hingga sekarang ini, kota Jogjakarta mirip dengan kondisi negara kita: punya pemimpin, tapi ada atau tidak ada pemimpin rasanya tidak berfaedah apa-apa. Jogjakarta jadi kota autopilot. Layaknya pilot, kalau pesawatnya punya navigasi yang bagus, canggih, dan mandiri tentu bagus-bagus saja disebut sebagai pesawat autopilot. Tapi Jogjakarta sejak dilantiknya walikota yang baru ini rasanya lebih tepat disebut sebagai pesawat autopilot rusak. Tidak jelas mau terbang atau malah nyungsep.
Yang paling mutakhir adalah kasus tim sepakbola kesayangan warga Jogjakarta, PSIM. Haryadi Suyuti adalah Ketua Umum PSIM sejak beberapa tahun sebelumnya hingga sekarang. Sebagai ketua umum, sekaligus walikota, yang terjadi pada PSIM justru nasib malang dan nasib tragis yang bergantian menggelayuti pemain dan manajemennya. Minggu ini pasokan listrik ke wisma PSIM dihentikan karena "nunggak" bayar berbulan-bulan, gaji pemain PSIM selama beberapa bulan terakhir tidak dibayarkan, uang transport dan bonus ditahan, dan para pemainnya akhirnya pun tampil sekenanya. Malah kemarin para pemain PSIM mendemo ketua umumnya sendiri agar menuntaskan hutang-hutangnya ke mereka. Sedih. Tragis. Nelangsa.
Simak komentar beberapa pemain dan manajemen PSIM yang nelangsa itu (diambil dari koran Radar Jogja seminggu terakhir):
"Kami bertiga sudah didera krisis finansial yang cukup parah. Bahkan saya dan Kristian masih menunggak cicilan rumah di Belanda dan hutang tersebut berbunga. Jika gaji kami tak segera dibayarkan jelas hutang akan membengkak", ujar Lorenzo Rimkus, pemain asing PSIM yang merumput bersama rekannya Emile Linkers dan Kristian Adelmund.
"Kami sudah tak percaya lagi manajemen mau ngomong apa. Dari kemarin-kemarin terus saja bicara gaji mau dibayar minggu depan. Terus minggu depan lagi, minggu depan lagi. Kami capek nunggunya", kata Nova Zaenal, kapten PSIM.
"Sekarang ini uang sewa stadion saja belum dibayar bagaimana kami mau komplain", ujar direktur teknis PSIM Dwi Irianto menanggapi PSIM yang harus berbagi lapangan dengan tim atlet berbakat DIY setiap kali latihan.
"Selama ini kami berangkat ke lapangan menggunakan taksi. Kami sudah tak punya uang lagi untuk naik taksi, jadi kami tidak latihan", ujar Linkers.
"Tunggakan katering juga masih ada 20 juta dan saya usahakan segera dibayar," ungkap manajer tim PSIM Aji Sutarto.
"Jujur kami pusing sekali karena hingga kini kami belum mendapatkan dana untuk membayarkan seluruh tunggakan kami," kata Yoyok Setyawan CEO PT PSIM Jogja.
"Lihat saja sekarang mereka (manajemen-pen) seolah menghilang nggak tahu kemana. Mereka selalu mengatakan agar kita mengerti kondisi keuangan PSIM. Aneh. Yang kami mau kalau mereka minta dipahami, harusnya mereka juga pahami kami," kata Nova Zaenal.
(Jangan-jangan memang sang walikota ini tidak menginginkan PSIM ini maju, apalagi main di ISL. Berat di ongkos. Dalam benaknya mungkin lebih baik PSIM ini bubar saja)
Yang lebih parah bin nelangsa adalah sang walikota baru saja plesiran ke luar negeri ke Spanyol sehari sebelumnya. Entah relevansinya apa pergi melancong ke Spanyol. Mungkin mau meniru FC Barcelona. Entah apa yang mau ditiru. Walikota kota gudeg ini juga pernah bersikap aneh. Sepulang dari plesiran ke Ceko 2 bulan yang lalu, dia malah bercita-cita Jogja mau dijadikan kota spa dan semua transportasinya diganti trem. Ada yang tahu apa hubungannya spa dengan kesejahteraan rakyat? (Silakan tertawa..).
Walikota Jogja ini memang betul-betul tidak bisa berbuat apa-apa. Bukan karena masalah di luar dirinya, tetapi karena dirinya sendiri bermasalah, "pah poh".