Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik Pilihan

Politik Indeks Harga Saham Gabungan

9 Oktober 2014   16:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:45 92 0
Sejak kekalahan beruntun Koalisi Indonesia Hebat, opini media mulai mengarahkan publik pada persoalan ekonomi. Dilihatlah berbagai perubahan indeks harga saham gabungan dan dampaknya pada rupiah terhadap dollar yang dibarengkan dengan berbagai peristiwa politik kemenangan Koalisi Merah Putih. Arah opini ini mengajarkan kepada kita untuk meyakini korelasi positif antara bisnis dan politik.

Dari berbagai sumber media mainstream, terutama KOMPAS, Koran TEMPO, dan MetroTV, kita diajak untuk mempercayai secara sederhana bahwa politik yang gaduh akan menghasilkan atmosfir bisnis yang juga buruk. Jadi, ada korelasi positif, berbanding lurus. Kalau politik jelek, bisnis jelek. Kalau politik bagus, bisnis bagus.

Bagi para pemilik media mainstream dan berikut para redakturnya tersebut, politik yang gaduh adalah politik yang dimenangkan oleh elemen-elemen Koalisi Merah Putih. UU Pilkada, keputusan MK yang menolak gugatan terhadap MD3, pimpinan DPR dan MPR yang dimenangkan oleh KMP semuanya dijadikan indikator politik bahwa berbisnis di Indonesia di masa yang akan datang akan semakin buruk.

Kita semua memahami bahwa bisnis media adalah bisnis tentang opini dan bisnis membangun persepsi pembacanya. Content generates mindset. Isi berita menentukan isi kepala orang banyak. Termasuk pelaku bisnis sendiri. Kita sering melihat dan mungkin juga sudah menjadi bagian dari kebiasaan kebanyakan para pebisnis bahwa tiap pagi harus baca koran atau nonton berita agar tahu keputusan bisnis apa yang harus dikerjakan hari ini.

Yang dibaca tentu hanya judul headline dan isinya secara sepintas. Berita lain tidak begitu penting. Mungkin jika masih ada waktu maka menyempatkan membaca rubrik bisnis atau ekonomi di tiap harian atau situs berita online. Semuanya akan berujung pada penentuan persepsi kita tentang lingkungan politik yang akan menentukan apakah bisnis hari ini bagus atau buruk.

Dengan rutinitas yang semacam ini, maka kita menjadi instan dan sebenarnya sudah kehilangan kecerdasan membaca situasi yang sesungguhnya. Kita perlu meletakkan bahwa media-media mainstrream, baik koran maupun berita online, seperti misalnya KOMPAS, TEMPO, METROTV, DETIK, juga adalah pelaku bisnis. Mereka semua adalah perusahaan media yang memiliki saham dan dijual secara open listing kepada publik. Dalam hal ini, sangat mungkin bahwa ribuan pelanggannya adalah juga pemilih saham yang open listing di bursa saham gabungan.

Karena bisnis media adalah bisnis persepsi, maka isi berita kemudian harus diolah agar bisa mendatangkan financial gain dari spread indeks antara yang terendah dan yang tertinggi. Media-media ini membuat berita buruk atas KMP agar persepsi publik dan para pemain saham terhadap politik menjadi buruk dan lantas mengolah berita baik tentang pemerintahan Jokowi agar indeks saham menjadi naik.

Sekarang kita disuruh percaya bahwa politik nasional gara-gara KMP ini selalu buruk, jahat, rusak, dan tidak kondusif. Tapi besok ketika pelantikan pemerintahan Jokowi sangat mungkin berita dibuat menjadi bagus sehingga indeks akan bergerak dari rendah ke tinggi. Sekarang para pemilik saham media tadi menjual sahamnya ketika keadaan 'buruk' sehingga harga rendah dan akan banyak yang beli. Ketika dua minggu ke depan berita menjadi bagus, maka banyak yang akan melakukan trading lagi di saat harga tinggi dan akhirnya profit gain nya besar karena waktu dua minggu adalah spread yang cukup lama untuk mengeruk keuntungan jangka pendek.

KESIMPULAN kita, yang sebenarnya jahat dan merusak bsinis Indonesia adalah perilaku manipulatif para pemilik media yang seperti ini. Tega melakukan berita manipulatif politik Indonesia yang berjalan sudah sangat demokratik hanya karena ingin meraup keuntungan finansial jangka pendek untuk kepentingan kelompoknya sendiri. REKOMENDASI kami, jangan percaya pada berita headline yang tersuguh rapi dan terlihat cantik bahkan provokatif karena itu semua adalah gorengan opini demi saham jangka pendek milik mereka sendiri yang jadi pemilik koran, pemilik media, dan para redaktur media itu.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun