Suatu ketika seorang kafir Quraisy berencana menyakiti Nabi. Di lorong yang biasa di lewati Nabi SAW untuk menuju Ka`bah, orang kafir itu berdiri untuk menunggu Nabi SAW. Di saat Nabi lewat, dia memanggil Nabi.
Beliau pun menengok, karena beliau tidak pernah mengecewakan siapa pun yang memanggilnya. Di saat itulah orang kafir tadi meludahi wajah Rasulullah SAW.
Nabi tidak sedikit pun marah atau menghardik orang kafir itu.
Keesokan harinya, Nabi kembali berjalan di tempat yang sama. Tidak sedikit pun beliau merasa dendam atau berusaha untuk menjauhi jalan tersebut. Sesampainya di tempat yang sama, Nabi pun kembali dipanggil dan diludahi seperti sebelumnya.
Demikianlah kejadian itu terus berulang selama beberapa hari hingga pada suatu hari Nabi tidak mendapati lagi orang yang meludahinya selama itu. Nabi pun bertanya dalam hatinya, “Ke mana gerangan orang yang selalu meludahiku?”
Setelah menanyakannya, tahulah Nabi bahwa orang tersebut jatuh sakit.
Nabi pun pulang ke rumah untuk mengambil makanan yang ada dan tak lupa pula mampir ke pasar, membeli buah-buahan, untuk menjenguk orang kafir yang tengah sakit itu.
Sesampainya di rumah orang tersebut, Nabi mengetuk pintu.
Dari dalam rumah, terdengar suara lirih orang yang tengah sakit mendekati pintu sembari bertanya, “Siapa yang datang?”
“Saya, Muhammad,” jawab Nabi SAW.
“Muhammad siapa?” terdengar suara orang kembali bertanya.
“Muhammad Rasulullah,” jawab Nabi lagi.
Setelah pintu dibuka, alangkah terkejutnya orang tersebut, menyaksikan sosok yang datang adalah orang yang selama itu disakitinya dan diludahi wajahnya.
“Untuk apa engkau datang kemari?” tanya orang itu lagi.
“Aku datang untuk menjengukmu, wahai saudaraku, karena aku mendengar engkau jatuh sakit,” jawab Nabi SAW dengan suara yang lembut.
“Wahai Muhammad, ketahuilah bahwa sejak aku jatuh sakit, belum ada seorang pun datang menjengukku, bahkan Abu Jahal sekalipun, padahal aku telah beberapa kali mengutus orang kepadanya agar ia segera datang memberikan sesuatu kepadaku. Namun engkau, yang telah aku sakiti selama ini dan aku ludahi berkali-kali, justru engkau yang pertama kali datang menjengukku,” kata orang itu dengan nada terharu.
***
Walau cerita ini hanya sebuah DONGENG karena bukan berasal dari hadis, apalagi dari hadis sahih, kisah ini sangat menyentuh. Kita bisa mengambil pelajaran bahwa penghinaan tidak selalu harus dibalas dengan kekerasan. Sikap lembut dan berpikir positif adalah justru lebih mulia. Terlepas dari benar tidaknya kisah ini, kini siapapun yang membaca kisah ini akan menangkap bahwa Nabi adalah seorang yang berjiwa mulia. Bahkan saat dihina. Nah, Anda?