Raizo dianggap bak pahlawan karena telah menunjukkan kelemahan IT Kompasiana, sehingga bisa segera diperbaiki. Terasa aneh. Padahal selama ini bukan rahasia lagi IT Kompasiana bermasalah sepanjang tahun.
Terlepas dari anggapan pengelola Kompasiana bahwa Raizo adalah pahlawan dengan apresiasi yang begitu tinggi. Yang cukup mengheran adalah tidak adanya empati kepada kompasianers yang telah menjadi korban peretasan akibat lemahnya sistim IT Kompasiana.
Padahal sudah ada kompasianer yang merasa ketidak-senangan dan ketidak-nyamanan akibat akunnya berhasil dijebol oleh Raizo. Selain itu yang tidak menjadi korban pun was-was dengan keamanan IT di Kompasiana yang demikian mudah dijebol.
Bagaimana bila ada pengguna yang secara diam-diam mencuri data-data para kompasianer? Masih 'beruntung' Raizo yang melakukan keisengannya dan kemudian menggumumkannya.
Di sinilah timbul pertanyaan. Jelas-jelas apa yang dilakukan Raizo melanggar etika. Alih-alih mendapat teguran, malahan mendapat ucapan terima kasih.
Dalam hal ini, empati dari pengelola Kompasiana kepada kompasianers yang merupakan aset yang menjadi korban tidak terlihat. Apa karena persepsi pengguna Kompasiana ibarat penguni kost gratisan masih berlaku?
Karena tidak adanya rasa empati ini. Dampaknya adalah reaksi ketidak-empatian kepada pengelola Kompasiana. Bagaimana tidak? Karena Kompasiana dianggap lebih menghargai 'pengacau' daripada 'terkacau'.
Semoga menjadi pembelajaran berharga bagi kita semua dan semoga kompasianers masih dianggap sebagai aset berharga.