Siapa yang mau jadi anak pintar dan baik, sehingga disayang mama, papa, dan juga teman-teman? Yuk belajar sama si Dede anak yang lucu dan banyak temannya. Ganteng juga, jeleknya kalau lagi ngambek.
Dede, begitu biasa ia dipangil papa dan mamanya. Karena ia anak yang paling kecil dari dua bersaudara. Suka dipanggil si lemot juga karena badannya yang mungil.
Si Dede anaknya tak mau diam. Selalu agresif. Sukanya bermain sepak bola di lapangan dekat rumah dan ikut sekolah sepak bola setiap minggunya. Kalau di rumah selain belajar suka main game. Seperti umumnya anak-anak seusia si Dede.
Sejak kecil si Dede rajin membantu mama dan papa di rumah. Kalau papinya sedang mencuci sepeda moto kesayangan sepulang kerja, si Dede paling kerepotan membantu. Sekalian basah-basahan. Karena si Dede paling suka main air.
"Papa aku bantuin ya. Dede cuci bagian rodanya," begitu pinta si Dede. Kalau sudah begitu papanya tak bisa menolak lagi. Karena sebelum memberikan jawaban, si Dede sudah beraksi dahulu.
Lain waktu kalau mamanya sedang memasak sayur ia sudah mendekat dan memperhatikan. Kemudian meminta diberikan kesempatan untuk mengaduk-aduk sayur yang sedang dimasak.
"Mama, sini aku coba belajar masak. Dede mau belajar masak sama Mama soalnya masakan Mama enak sih. Kalau Dede nanti sudah bisa masak, kalau mama tidak sempat Dede yang masak saja," begitu pintarnya si Dede merayu.
Walau agak khawatir, mamanya memberikan kesempatan juga agar si Dede bisa merasakan proses memasak sambil mengawasi.
"Aduh panas ya kalau sedang masak," keluh si Dede,"Tapi enak dan seru sih." Kelihatan senangnya hati Si Dede diberi kesempatan belajar masak sama mamanya.
* * *
Sore itu si Dede sedang ramai-ramai bersama teman-temannya bermain sepak bola sambil bercanda di lapangan bulu tangkis di kompleks perumahan.
Adakalanya diiringi dengan saling mendorong. Si Dede terjatuh tapi segera bangkit sambil meringis kesakitan. Pada satu kesempatan temannya yang tertendang si Dede dan terjatuh. Ada yang terluka dan berdarah.
Melihat itu si Dede mendekati dan membantunya untuk bangun. Setelah itu si Dede mengulurkan tangan dan berkata,"Ren, maafkan aku ya, tidak sengaja. Sudah kamu berhenti dulu, aku ambilin obat luka ya." Ada perasaan bersalah tergambar dari raut wajah si Dede.
"Tidak apa-apa kok. Darahnya cuma keluar sedikit. Ini bisa berdiri lagi. Tadi juga aku tendang kamu dan jatuh kamu tidak marah," balas teman si Dede yang bernama Rendi yang perawakannya agak gendut. Mereka bersalaman dan terus bermain dengan semangat.
* * *
Hari Minggu si Dede bergegas bangun setelah dibangunkan papanya karena si Dede akan berlatih sepak bola di Sekolah Sepak bola yang diikutinya. Seperti biasa si Dede begitu kerepotan mempersiapkan diri dan keperluannya untuk berlatih.
Melihat itu mamanya berkata,"Dede tidak usah buru-buru. Ini masih pagi. Teman Dede yang sebelah rumah saja belum bangun. Kalau telat-telat sedikit kan gak apa-apa. Mama lihat juga biasanya teman Dede ada yang suka telat."
Si Dede langsung protes dengan perkataan mamanya,"Mama, kita jangan ikutin orang lain. Kita itu harus disiplin. Tepat waktu. Biarin saja kalau yang lain telat. Itu tidak disiplin namanya. Tidak baik itu."
Mendengar si Dede serius berkata demikian mamanya jadi bengong. Lalu senyum-senyum.
"Pa, anak kita kalau sudah ngomong pintarnya minta ampun. Sudah kayak orang tua."
"Tapi benar loh apa yang dikatakan si Dede. Disiplin waktu itu penting, makanya kita harus mendukung. Apalagi segede ini si Dede sudah mengerti soal disiplin. Bukannya bagus?!"
Setelah mengecek persiapan si Dede, papa memberika kode untuk segera berangkat,"Ayo, De kita berangkat supaya tepat waktu.''
* * *
Malam itu si Dede diajak jalan ke sebuah mall yang baru buka di tengah kota, setelah cukup lama tidak mengajak si Dede jalan-jalan ke mall. Sebelum berangkat, papa berjanji akan ajak si Dede main game yang menjadi tempat favoritnya. Mereka pergi dengan ceria. Papa si Dede mengendarai sepeda motor tuanya.
Sampai di mall suasana cukup ramai dengan berbagai atraksi dan promosi karena mall ini baru dibuka. Ada panggung hiburan, ada juga atraksi sulap. Si Dede tampak senang senang.
Ketika menuju ke tempat permainan, melewati tokoh mainan si Dede sempat berhenti sejenak untuk melihat-lihat.
"Papa, Dede mau lihat-lihat dulu ya sebentar."
Papa dan mamanya saling berpandangan sambil berbisik dengan perasaan khawatir,"Pa, gimana kalau si Dede mau beli mainan? Ini belum gajian, sudah tak ada jatah duit lagi buat beli mainan."
"Katanya kan mau lihat-lihat saja, tidak apa-apa, Ma," papa menenangkan hati mama.
"Pa, kamu kayak tidak tahu saja si Dede. Kalau ada mainan yang disukai pasti minta dibeli.
Akhirnya papa dan mama menyusul ke dalam toko mainan yang cukup luas dengan penuh pajangan berbagai macam mainan. Si Dede terpaku di rak yang menyimpan mainan mobil-mobilan.
Melihat papa dan mamanya menghampiri seakan tahu perasaan hati kedua orangtuanya si Dede berkata,"Papa, Mama, Dede cuma mau lihat-lihat saja kok. Dede tidak minta dibeliin sekarang. Nanti kalau Papa sudah gajian baru deh beliin Dede ya?"
Sekali lagi papa dan mama saling berpandangan. Tapi kali ini dengan raut wajah yang tersenyum. Rasa khawatirnya langsung berlalu.
"Dede senang yang mana? Nanti pasti Papa beliin deh. Tenang ya sayang," janji papa sambil mengusap-usap rambut si Dede.
"Tenang, Pa. Dede tidak minta beli yang mahal-mahal kok. Kan duitnya juga mau buat sekolah Dede.
"Terima kasih anak Papi yang pengertian," berkata demikian papa mencium pipi si Dede.
"Yuk, sekarang kita ke tempat mainan," si Dede mengingatkan tujuannya sambil menarik tangan papanya. Papa, mama, dan dede dengan santai dan bahagia melangkah ke luar dari toko mainan itu.