Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Catatan Manusia Munafik

2 Januari 2013   02:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:39 414 4
Setelah aku mencari-cari, aku menemukan di balik kejujuranku, ternyata ada banyak ketidak-jujuran.
Selama ini aku selalu merasa makhluk yang paling jujur hanya dengan bermodalkan sedikit kejujuran.

Dengan merasa sudah sebagai orang jujur aku menjadi angkuh untuk selalu menuntut kejujuran dari orang lain. Menemukan orang yang tidak jujur, langsung ingin marah dan kalau bisa menelannya mentah-mentah. Menjijikan.

Aku bangga dengan kejujuran yang aku miliki. Berkoar-koar dan menulis, bahwa menulis dengan hati yang jujur itu penting.

Terhadap para pejabat yang berbuat tidak jujur dengan menilip uang negara, aku tak segan menghujat mereka.

Terhadap mereka yang menulis penuh kebohongan, akibatnya caci-maki dan sumpah serapah harus mereka terima.

Menemukan kebohongan pada anak-anak, aku menjadi murka dan menghukum mereka. Dengan lantang berkata,"Jadi orang harus jujur!"

Terhadap para pedagang yang suka mengurangi timbangan, aku mencemooh segagai tindangan yang tidak jujur dan merugikan.

Pertanyaannya: Apakah aku telah benar-benar menjadi manusia yang paling jujur sejagat raya, sehingga paling pantas menilai ketidak-jujuran orang lain?

Aku jadi mengingat-ingat dan meneliti dengan cermat. Ternyata aku pun tidak kalah tidak jujur dengan orang-orang yang aku hujat.

Ingat suatu waktu, walau aku tidak mencuri uang kantor. Pernah aku mengambil beberapa lembar kertas dan sebiji pena untuk dibawa pulang. Tanpa dosa aku melakukannya.

Tak terhitung aku diam-diam menghabiskan waktu kerja di kantor untuk menelepon dan buka internet. Kalau mau jujur berapa banyak waktu yang telah aku korupsi.

Teringat juga aku acapkali menulis tidak dari hati, hanya sekadar untuk mencari sensasi dan mengharap puja-puji. Tetapi aku masih tak tahu diri mengatakan, agar menulis dari hati yang jujur.

Mengapa anak-anak bisa bersikap tidak jujur? Bukankah aku sendiri pernah mengajarkan pada mereka untuk berbohong?
"Nak, bilang ayah tidak ada kalau ada yang cari ya!"

Ah, aku masih ingat. Suatu waktu ikut istri belanja ke pasar. Aku menambahkan lagi beberapa biji cabai yang sudah ditimbang tanpa permisi. Tanpa merasa itu perilaku yang tidak jujur.

Dulu sering beli kacang rebus, aku paling suka mengambil dulu beberapa butir untuk dinikmati tanpa meminta. Aku pikir apa perlunya? Anggap saja itu bonus.

Satu lagi, aku baru ingat. Ternyata selama ini aku banyak bersikap jujur pada diri sendiri. Sering kali berjanji ini-itu tapi jarang sekali ditepati. Aku pura-pura melupakannya tanpa perlu merasa bersalah.

Itu hanya beberapa catatan yang aku ingat? Bagaimana dengan yang sudah lupa? Lalu apakah aku masih pantas merasa yang paling jujur dan menghujat ketidak-jujuran orang lain?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun