Ketika anak-anak kita yang masih polos melakukan kesalahan, dengan tersenyum kita berkata,"Tidak apa-apa!"
Kita memaklumi bahwa mereka masih anak-anak. Tidak apa-apa berbuat salah. Mereka belum mengerti apa-apa.
Lain waktu berbuat salah lagi, tetap kita katakan,"Tidak apa-apa."
Apakah memang tidak apa-apa? Ya, anak-anak akan merekam semua itu di alam bawah sadarnya, bahwa berbuat salah itu tidak apa-apa.
Karena itu kalimat yang pertama yang mereka dengar, maka pasti sangat berkesan sekali. Akibat sering dianggap tidak apa-apa. Akhirnya menjadi kebiasaan.
Padahal justru ketika masih anak-anak, sebagai orang tua kita sudah mesti mengajarkan kepada mereka tentang mana yang salah dan mana yang benar.
Jadi kalimat 'tidak apa-apa' adalah omong kosong. Bukan kebenaran. Tanpa sadar kita telah menjerumuskan mereka dalam kesalahan.
Lihatlah hari-hari ini manusia demikian biasanya berbuat kesalahan dan begitu mudahnya melakukan dosa.
Awalnya hanya karena 'tidak apa-apa'. Banyak contohnya:
# Tidak apa-apa korupsi, toh orang lain juga melakukan.
# Cuma sekali ini berbohong, tidak apa-apa.
# Tidak apa-apa berbuat dosa, Tuhan Maha Pengampun.
# Tidak apa-apa, kalau sama-sama cinta melakukan perbuatan 'itu'.
# Sesekali berbuat salah itu, tidak apa-apa.
# Tidak apa-apa kalau mencoba sesekali narkoba.
Entah berapa banyak lagi omong kosong tentang tidak apa-apa itu.
Tidak apa-apa. Sungguh kalimat yang sangat menghipnotis. Membuat kita terlena. Bahwa berbuat salah itu tidak apa-apa. Melakukan dosa itu tidak apa-apa.
Ketika kita menyadari bahwa 'tidak apa-apa' itu adalah omong kosong untuk menjebak kita hidup dalam kebenaran. Sudah hampir terlambat.
Sebab berbuat salah dan dosa itu sudah menjadi santapan sehari-hari. Rasanya sudah sulit untuk ditinggalkan.
Jadi jangan heran bisa seseorang mau berubah menjadi baik dengan meninggalkan kesalahan dan dosanya sangat sulit sekali. Padahal awalnya hanya karena bisikan kata-kata,"Tidak apa-apa!"