"Papiii...Dede mau masuk SLB! Papi setuju, kan?"
Saya tahu, maksud Si Dede itu SSB atau Sekolah Sepak Bola. Karena sebelum ia sudah pernah sedikit mengemukakan niatnya tersebut.
"Dede gak salah? Kok mau masuk SLB sih? Mau kayak Nesa ya?!" saya meledek Si Dede. Nesa adalah temannya yang bisu sekolah di SLB.
Si Dede langsung menyadari kesalahan ucapnya,"Gak, Pi. Maksud Dede SSB gitu. Boleh ya, Pi? Soalnya sama Mami gak boleh!"
"Loh, bukannya Dede mau jadi polisi?" saya mengingatkan cita-cita Si Dede yang ingin jadi polisi.
"Gak ah, Pi. Jadi polisi duitnya sedikit!" sahut Si Dede.
Sebenarnya saya sangat mendukung keinginan Si Dede untuk menyalurkan hobi bermain bolanya agar lebih terarah dengan masuk SSB.
"Boleh, tapi Papi kan belum ada biayanya, Dede! Nanti ya kalau sudah kelas empat _sekarang masih kelas 3."
"Kalau Papi gak ada uangnya, pakai uang celengan Dede aja, Pi. Kan udah banyak." Si Dede memberikan solusi soal biaya. Padahal ia belum tahu isi celengannya.
"Boleh ya, Pi?!" Si Dede masih belum puas dengan jawaban saya.
"Boleh, nanti Papi atur deh," saya berusaha untuk tidak mengecewakan perasaan Si Dede.
Karena saya memang sangat mendukung apa yang menjadi kehendak Si Dede.
Bukankah satu keinginan baik dan didukung kemauan akan menemukan jalan keluarnya?
Apalagi belakangan ini Si Dede memang tiada hari tanpa dilewatinya dengan bermain bola. Acara main PS-nya sudah jauh berkurang. Mungkin sebentar lagi lupa.