"Papi pegang Belanda dong, yang baju orange!" antusias saya menjawab.
Tanpa diduga Si Dede menasehati,"Papi...jangan pegang Belanda dong!"
Loh, ada apa ini? "Kok jangan pegang Belanda? Kan tim favorit Papi!"
"Papi, Belanda itu pernah nyakitin Indonesia, tau! Banyak orang Indonesia mati gara-gara Belanda. Pokoknya Papi jangan pegang Belanda deh." Si Dede tampak sedikit sewot.
Loh, loh. Si Dede tahu dari mana urusan yang beginian? Setahu saya anak SD kelas 2 belum ada pelajaran tentang penjajahan Belanda.
Untuk tidak penasaran saya tanyakan,"Kok Dede tahu sih Belanda pernah nyakitin orang Indonesia?"
"Dede kan tahunya dari mesium. Dulu Dede pernah diajak temanya Mami. Nah, di situ ada ceritanya." terang Si Dede.
Oh, begitu ceritanya. Tapi saya berusaha menyadarkan Si Dede. "Dede itu kan dulu. Kita harus memaafkan. Jadi gak apa-apa kalau sekarang Papi dukung Belanda. Lagian ini kan urusan bola."
"Ya udah. Terserah Papi aja. Pokoknya Dede pegang Denmark aja!" Si Dede akhirnya pasrah. Tidak bernafsu menasehati saya lagi.
Selanjutnya bapak dan anak ini asyik menikmati pertandingan.
Ketika akhirnya Belanda kalah. Si Dede mengingatkan,"Apa kata Dede. Papi jangan pegang Belanda. Kalah, kan. Dede yang menang."
Kok jadi seru ya?! Padahal urusan pegang-pegangan cuma sekadar pegang-pegangan saja. Tidak ada taruhan dalam bentuk apapun.
Heran juga ya. Kenapa saya mesti pegang Belanda? Padahal kalau Belanda menang juga saya tidak dapat apa-apa.
Nb. Interaksi saya dan Si Dede adalah sebenarnya. Bukan karangan atau rekayasa atau fiksi belaka.