Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Istri Jadi TKI, Suami Menikah Lagi. Istrinya Pulang Ditinggal Lagi

2 Juni 2012   10:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:28 611 1
Soal para suami yang kawin lagi ketika istrinya jadi TKI di Timur Tengah. Mungkin sudah basi. Tidak menarik lagi. Sudah lumrah terjadi. Gejala sosial akibat seorang istri jadi TKI demi memenuhi hidup keluarga.

Tetapi tetap menarik kisahnya untuk dinikmati. Apalagi aku baru bertemu dangan si istri yang ditinggal pergi saat berjualan ditemani anaknya yang mungil. Kira-kira berumur 3 tahun. Betapa lucunya. Asyik bermain tak mengerti apa yang terjadi.

Wanita yang ditinggal kabur suaminya sebut saja namanya Mbak Is. Kebetulan adalah teman istriku. Karena ia berjualan makanan di sekolah anakku.

Mbak Is berumur sekitar 30 tahun dengan potong rambut pendek dan berpenampilan sederhana. Layaknya wanita dari desa.

Istriku suka main ke kontrakan Mbak Is, sehingga kenal baik juga dengan suaminya. Begitu juga anaknya dan anakku sering main bersama.

Menurutku Mbak Is dan suaminya, Mas Yono adalah pasangan yang bahagia. Walaupun hanya tinggal di kontrakan dan berjualan gorengan. Tapi penghasilannya lumayan. Cukup untuk memenuhi kebutuhan keseharian.

Ketika istriku menceritakan bahwa suami Mbak Is kabur, aku hampir tak percaya.

"Kok bisa?" begitu tanyaku dengan ekspresi bingung.

"Soalnya istrinya yang tua udah pulang dari Saudi." istri bercerita.

"Loh, kok dulunya Mbak Is mau menikah dengan Mas Yono? Kan udah ada istrinya?" selidikku.

"Sebelumnya gak tahu sih. Belakangan baru tahu. Tapi mau apa lagi. Nasi sudah jadi bubur. Yang penting kan Mas Yononya bertanggung jawab," terang isteriku.

"Ooooh..." aku bergumam. "Sekarang emang Mas Yononya kabur ke mana?"

"Ya, balik ke Jawa. Kampung istrinyalah!" jawab istriku sedikit sewot.

"Kok gak nyusul sekalian bawa anaknya?"
aku tak surut juga bertanya.

"Nah, itu dia bodohnya Mbak Is. Waktu itu menikah gak ada pakai surat-surat. Namanya gak ngerti apa-apa. Mau nuntut apa?" istriku rupanya terbawa perasaan.

"Gila ya ada lelaki kayak gitu. Apa gak mikirin anaknya yang masih kecil?" aku setengah protes.


Mbak Is, Mbak Is. Beruntung tidak tidak dalam kesedihan dan penyesalan. Pasrah menerima keadaan.

Dengan kesedihan yang masih ada. Perasaan tidak percaya. Mbak Is tetap setia berjualan gorengan. Siang di sekolahan dan malam di depan sebuah warnet. Tak lain demi si buah hati.Sementara itulah yang bisa dilakukannya.

"Kasihan ya, Pa?!" istriku mengungkapkan perasaannya.

"Ya, begitulah hidup..." aku mendesah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun