Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor

Abu Nawas Naik Mercy di Negeri Mimpi

3 Agustus 2011   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:08 244 1
Ini kisah di negeri mimpi di mana para pejabatnya hobi korupsi. Bila tidak korupsi bisa membuat sakit gigi. Tidak peduli rakyatnya disakiti. Yang penting kantong penuh terasi.

Ini memang negeri mimpi yang dulunya dihuni para suci. Namun kini para pejabatnya asyik berkolusi demi kepentingan sendiri.

Korupsi merajalela dan rakyat menderita. Kekayaan alamnya yang melimpah ruah hanya berguna bagi segelintir orang saja. Terutama tentu saja bagi pejabatnya yang serakah luar biasa.

Kesejahteraan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat yang dijanjikan undang-undang hanya menjadi mimpi belaka.

Pemimpin dan pejabat di negeri mimpi tidak sungkan untuk hidup mewah dan berpesta.
Fasilitas bagi mereka yang menggunakan uang negara harus yang kelas satu.

Bukankah negara ini kaya dan sebagai pejabat negara layak mendapatkan semuanya?
Begitu para pejabat di negeri mimpi bertepuk dada.

Dengan segala fasilitas yang ada dan peluang korupsi yang terbuka lebar-lebar, masih mendapatkan gaji yang ke-13. Padahal bila uang-uang yang tidak perlu dikeluarkan itu, dapat digunakan untuk menghidupi anak-anak terlantar yang setiap hari berlalu lalang di depan istana.

Terdapatlah seorang pejabat partai yang bernama Abu Nawas. Dikenal sebagai tokoh bersih dan santun. Rakyat menyambut gembira karena bisa dijadikan tokoh panutan dan dijadikan pemimpin masa depan.

Tetapi pada akhirnya, diketahui juga, Abu Nawas tidak berbeda yang pejabat lainnya yang memiliki gengsi.

Demi untuk penampilan sebagai ketua, ia rela meminjam mobil Mercy temannya untuk ke sana-sini.
Gengsi dong sebagai ketua mobil yang digunakan rakyat biasa apalagi naik taksi.

Pejabat di negeri mimpi memang gengsinya tinggi-tinggi, tapi tidak perlu malu hati bila berhubungan dengan yang namanya kolusi dan korupsi.

Negeri mimpi, dimana kini rakyatnya hanya bisa bermimpi untuk memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit yang mematikan.

Lembaga yang sudah bekerja dan banyak menjebloskan para koruptor saja hendak dibubarkan. Sedangkan lembaga penegak hukum yang jelas-jelas menjadi sarang koruptor dibiarkan. Kalau saudara-saudara yang punya akal sehat pasti akan kebingingan _maaf, akal saya sedang tidak sehat, sehingga bingung menulis kebingungan menjadi kebingingan!.

Kepedulian pejabat di negeri mimpi memang jauh dari impian. Mereka rela naik Mercy sambil melihat rakyatnya tidur kedinginan di atas trotoar pada malam hari.

Bila ada pejabat yang rela jalan kaki, tak lebih sebagai kesempatan untuk sekadar mencari simpati. Berbaik hati kesana-kemari tanpa ketulusan tak lebih untuk pencitraan diri.
Mereka lebih pintar menebar mimpi-mimpi imajinasi yang sulit jadi kenyataan demi untuk mengambil hati rakyatnya.
Bila janji tak terpenuhi maka dengan enteng akan membela diri,"Namanya juga mimpi, bisa jadi kenyataan bisa tidak. Lebih baik kita bermimpi lagi!"Ini kisah di negeri mimpi di mana para pejabatnya hobi korupsi. Bila tidak korupsi bisa membuat sakit gigi. Tidak peduli rakyatnya disakiti. Yang penting kantong penuh terasi.

Ini memang negeri mimpi yang dulunya dihuni para suci. Namun kini para pejabatnya asyik berkolusi demi kepentingan sendiri.

Korupsi merajalela dan rakyat menderita. Kekayaan alamnya yang melimpah ruah hanya berguna bagi segelintir orang saja. Terutama tentu saja bagi pejabatnya yang serakah luar biasa.

Kesejahteraan dan kemakmuran untuk seluruh rakyat yang dijanjikan undang-undang hanya menjadi mimpi belaka.

Pemimpin dan pejabat di negeri mimpi tidak sungkan untuk hidup mewah dan berpesta.
Fasilitas bagi mereka yang menggunakan uang negara harus yang kelas satu.

Bukankah negara ini kaya dan sebagai pejabat negara layak mendapatkan semuanya?
Begitu para pejabat di negeri mimpi bertepuk dada.

Dengan segala fasilitas yang ada dan peluang korupsi yang terbuka lebar-lebar, masih mendapatkan gaji yang ke-13. Padahal bila uang-uang yang tidak perlu dikeluarkan itu, dapat digunakan untuk menghidupi anak-anak terlantar yang setiap hari berlalu lalang di depan istana.

Terdapatlah seorang pejabat partai yang bernama Abu Nawas. Dikenal sebagai tokoh bersih dan santun. Rakyat menyambut gembira karena bisa dijadikan tokoh panutan dan dijadikan pemimpin masa depan.

Tetapi pada akhirnya, diketahui juga, Abu Nawas tidak berbeda yang pejabat lainnya yang memiliki gengsi.

Demi untuk penampilan sebagai ketua, ia rela meminjam mobil Mercy temannya untuk ke sana-sini.
Gengsi dong sebagai ketua mobil yang digunakan rakyat biasa apalagi naik taksi.

Pejabat di negeri mimpi memang gengsinya tinggi-tinggi, tapi tidak perlu malu hati bila berhubungan dengan yang namanya kolusi dan korupsi.

Negeri mimpi, dimana kini rakyatnya hanya bisa bermimpi untuk memberantas korupsi yang sudah menjadi penyakit yang mematikan.

Lembaga yang sudah bekerja dan banyak menjebloskan para koruptor saja hendak dibubarkan. Sedangkan lembaga penegak hukum yang jelas-jelas menjadi sarang koruptor dibiarkan. Kalau saudara-saudara yang punya akal sehat pasti akan kebingingan _maaf, akal saya sedang tidak sehat, sehingga bingung menulis kebingungan menjadi kebingingan!.

Kepedulian pejabat di negeri mimpi memang jauh dari impian. Mereka rela naik Mercy sambil melihat rakyatnya tidur kedinginan di atas trotoar pada malam hari.

Bila ada pejabat yang rela jalan kaki, tak lebih sebagai kesempatan untuk sekadar mencari simpati. Berbaik hati kesana-kemari tanpa ketulusan tak lebih untuk pencitraan diri.
Mereka lebih pintar menebar mimpi-mimpi imajinasi yang sulit jadi kenyataan demi untuk mengambil hati rakyatnya.
Bila janji tak terpenuhi maka dengan enteng akan membela diri,"Namanya juga mimpi, bisa jadi kenyataan bisa tidak. Lebih baik kita bermimpi lagi!"

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun