Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat Pilihan

Belatung

12 Maret 2014   02:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02 665 22


Belatung adalah makhluk menjijikkan karena keberadaannya memang di tempat yang kotor dan busuk. Geli bercampur mual kita melihatnya. Bisa bikin muntah bila kebetulan menatapnya saat makan. Di mata kita belatung bisa jadi makhluk yang hina. Tak pantas dipelihara.


Pada akhirnya belatung akan menjelma menjadi lalat. Sebelas dua belas dengan belatung,  lalat pun akan hidup dengan menyukai tempat-tempat yang jorok nan menjijikkan. Tak kalah hinanya dengan belatung. Menurut pemikiran sebagian manusia.


Padahal habitatnya memang demikian, sehingga belatung atau lalat akan nyaman dan asyik saja hidupnya di tempat yang kotor itu. Tempat yang bersih justru akan membuat gelisah dan bisa menyebabkan kematian.Tetapi ada manusia yang sejatinya menjaga kebersihan hatinya, justru nyaman-nyaman saja mengotori hidupnya dengan perbuatan yang terlarang.


Saya Serupa Belatung atau Lalat


Sebenarnya tak tega menulis saya ini serupa belatung atau lalat. Terlalu hina rasanya. Tetapi menengok rekam jejak kehidupan saya ke belakang, harus diakui banyak perilaku saya yang serupa dengan belatung. Suka yang kotor atau jorok.


Saban hari otak berpikiran yang kotor-kotor, mulut berkata-kata jorok, berkunjung ke tempat yang kotor. Belum lagi hati menyimpan kekotoran.


Mengapa saya harus menulis dengan kata 'saya' bukan 'kita'? Karena saya menyadari banyak teman-teman pembaca yang tidak seperti saya. Tentu tidak etis juga menyamakan orang lain dengan lalat. Bisa-bisa mengamuk nanti.


Serupa dengan belatung atau lalat pula, yang bersih-bersih itu malah membuat tidak nyaman. Mendengar orang bicara yang baik-baik dan tentang kebenaran atau menasehati, hati justru terasa panas dan menyebalkan. Bisa jadi karena saking kotornya hati ini.


Perilaku Kotor dalam Keseharian


Melihat lebih jelas lagi ternyata perilaku kotor itu sudah keseharian yang cukup mendarah daging. Demi untuk bisnis lancar caranya main kotor. Sogok sana-sini atau bahkan main kasar. Tak segan pula main kotor dengan menggunakan perklenikan.


Demi untuk melancarkan urusan tak jarang memotong jalur lurus dengan cara kotor memanfaatkan uang, kekuasaan dan kedudukan.


Demi untuk keuntungan lebih tak jarang cara kotor diterapkan. Menjual barang palsu dibilang asli. Harga dinaikkan setinggi mungkin. Bahkan tak segan mengakali timbangan, harusnya sekilo jadi 8 atau 9 ons.


Demi untuk menghidupi keluarga dan tekanan ekonomi rela-rela saja mendapatkan penghasilan dengan akal yang kotor. Tidak lagi berpikir boleh atau tidak. Tapi yang penting ada hasilnya.


Seperti lalat yang bisa hidup nyaman di tempat kotor dan jorok, tanpa sadar semua hal kotor yang bisa nyaman juga dilakukan manusia seperti saya ini. Saking nyamannya sampai sudah dianggap bukan hal yang salah. Tapi sesuatu yang wajar untuk mempertahankan hidup.


Lucunya, apabila ketika makan melihat belatung atau lalat yang menjijikkan itu bisa langsung muntah. Namun saat makan hidangan yang dibeli atau diolah dengan uang yang didapat dengan cara yang terlarang dan kotor tak merasa muntah. Rasanya tetap nikmat dan nyaman.

Demi Kekotoran Duniawi Manusia Melupakan Surgawi


Sebagai umat beragama tentu kita percaya dan yakin surga itu ada. Tak sedikit cerita atau kesaksian untuk meyakinkan tentang kebenaran ini untuk memotivasi, agar manusia memilih jalan kembali ke surga.

Perbanyak kebajikan, hindari kejahatan, sucikan hati dan pikiran. Semua agama melalui kitab suci pun mengajarkan agar umatnya jangan mengotori hatinya dengan perbuatan-perbuatan salah. Tetapi perbuatan yang dianggap mengandung dosa atau kotor itu justru lebih menarik hati manusia untuk melakukannya. Tak peduli dapat merugikan sesama dan harus mengeluarkan biaya.

Membunuh dan mencuri dalam berbagai bentuk merajalela. Korupsi dan tipu sana-sini bawa-bawa Nama Tuhan sudah jadi berita sehari-hari. Omong-omongan kotor merendahkan dan menyakitkan menjadi kebiasaan. Berbohong, bermesum ria, dan menjual agama demi keuntungan sendiri dengan mudah ditemukan.

Padahal semua perbuatan kotor itu dapat menjerumuskan manusia sendiri dalam penderitaan panjang dan kehilangan harapan indah untuk menggapai surga.  Mengapa saya masih terus hidup dalam kekotoran dunia, sementara di dalam hati kecil merindukan indahnya surga?


AFIRMASI:


Tuhan, ampunilah kesalahan kami atas kekotoran hati dan pikiran ini di masa lalu. Semoga jangan ada kehinaan lagi dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan kami. Karena tak sepantasnya kami makhluk yang mulia ini hidup dalam perbuatan yang kotor yang akan mengotori nurani kami. Bila bukan saat ini, kapan lagi kami harus menegakkan kesadaran untuk hidup di jalan yang lurus?Semoga kesadaran untuk menjauhi perbuatan yang kotor selalu menaungi kami.






@refleksihatimenerangidiri

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun