Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi Pilihan

Konflik

5 Mei 2014   06:33 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:52 236 29


Konflik silih berganti terjadi di Kompasiana karena perbedaan pendapat dan salah paham. Dari agama, sepak bola, atau masalah tulisan yang dianggap menyinggung seseorang sehingga terjadi salah paham. Jangankan Kompasiana yang ada di dunia maya, antar dua orang di dunia nyata saja bisa terjadi konflik. Antar suami-istri atau atasan sama bawahan. Jadi tidak usah heran atau terbengong-bengong.



Bila terjadi konflik pasti ada yang namanya pro dan kontra yang akhirnya terjadi saling mendukung. Nah, yang biasanya yang bikin ramai dan memperkeruh suasana itu justru para pendukung itu. Dimana yang berkonflik sudah selesai, para pendukungnya masih ramai sendiri.



Saya sendiri sebagai bagian dari Kompasiana tentu saja tidak terlepas dengan yang namanya konflik dengan sesama penghuni di sini. Sebab salah paham dan berbeda pendapat. Tetapi semuanya berakhir dengan baik-baik tanpa permusuhan atau perdebatan lebih lanjut. Malah bisa berteman lebih akrab di kemudian hari.



Pernah saya membuat sebuah tulisan yang kemudian dikesankan oleh seorang pembaca sebagai menyindir dirinya sehubungan dengan sebuah tulisannya yang diposting sebelum tulisan yang saya posting. Selanjutnya beliau membuat sebuah tulisan lagi yang saya kesankan menyerang saya. Ceritanya teman ini tersingung.



Nah, tentu saya saya jadi terheran-heran dan senyum kecut. Padahal tulisan yang dimaksud belum saya baca sama sekali. Lalu kenapa tulisan saya bisa dikatakan menyindir? Ini hanya masalah kebetulan belaka ada memang tak ada niat menyindir beliau sama sekali.



Bagaimana solusinya agar tidak terjadi perang kata terbuka? Saya berinisiatif mengirim pesan lewat inbox mempersoalkan kesalahpahaman ini dan menjelaskan hal yang sesungguhnya. Apa yang terjadi? Kemudian terjadi saling pengertian dan justru kami terlalu diskusi panjang dan mengasyikan dan saling memaafkan.



Pernah juga terjadi perdebatan soal agama dengan kompasianer lain. Suasana menjadi  tidak nyaman sebab ada yang memprovokasi. Kami stop berdebat dan melanjutkannya melalui inbox. Semuanya berakhir dengan baik dan bisa diskusi dengan nyaman.



Seingat saya pernah juga terjadi sedikit konflik dengan sesama kompasianer karena masalah membela seorang kompasianer lain dan saya dipertanyakan. Daripada debat kusir atau mempertontonkan perbedaan pendapat secara terbuka, lagi-lagi saya memakai cara menyelesaikannya melalui kotak pesan. Sekali lagi terbukti memang ampuh, sehingga masalah tidak melebar ke mana-mana dan menjadi tontonan.

Untuk masalah pebedaan pendapat, apalagi dalam hal keyakinan yang rentan menimbulkan konflik, melalui sebuah proses saya membatasi diri dengan cukup tidak kali membalas komentar  yang hendak berdebat ke arah yang sudah tidak sehat. Walaupun beresiko dianggap pengecut, tapi saya kira cukup ampuh untuk menghindari debat kusir dan menimbulkan konflik berkepanjangan.



Ada konflik tentu ada penyelesaiannya. Semua tergantung niat hati kita. Apakah mau menjadikan konflik itu sebagai ajang untuk mempertontonkan superioritas kita dan mempertahankan gengsi atau berpikir konflik harus diselesaikan dengan baik-baik karena tidak ada manfaatnya dengan menyingkirkan si ego yang tentu suka ramai-ramai dengan adanya konflik.



Dari pengalaman berkenaan dengan konflik ini saya dapat mengambil beberapa pembelajaran:


  • Hindari konflik secara terbuka untuk menghindari penumpang gelap yang senang dengan adanya konflik.

  • Dengan menghindari konflik secara terbuka, kita juga dapat menghindari terjadinya konflik baru antar para pendukung yang cuma asal membela tanpa tahu masalahnya dengan jelas.
  • Setiap konflik pasti dapat diselesaikan ketika kita memiliki niat untuk menyelesaikannya secara baik-baik dan beretika.
  • Berani menjadi yang mengalah untuk menghindari konflik daripada mempertahankan gengsi demi terciptanya konflik. Misalnya dengan tidak memperpanjang debat lagi yang arahnya sudah tidak sehat atau sudah merembet ke mana-mana.
  • Memandang masalah dengan pikiran yang jernih dan hati yang damai, bukan dengan mengedepankan perasaan dan ego.
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun