Apakah kita rela mencampakkan seorang wanita dengan cinta sepanjang masa demi seorang wanita yang baru mencintai dalam satu masa...?
Satu hal dalam sejarah adalah tidak ada yang namanya bekas orangtua, kakak, atau adik kandung. Sekali orangtua, adik dan kakak, maka akan tercatat selamanya dalam buku kehidupan. Tetapi yang namanya istri masih ada bekas istri namanya.
Seburuk atau sejahat apapun orangtua, adik atau kakak tak akan mengubah catatan kehidupan sebagai satu keluarga. Kenyataannya dalam kehidupan segalanya bisa berubah dengan pilihan yang ada. Tidak sedikit yang lebih rela berpihak kepada istri, suami atau teman daripada orangtua dan saudara kandungnya dengan kebenaran versi sendiri.
Suami yang Lebih Membela Istri daripada Ibunya Sendiri
Tak jarang seorang suami lebih memilih mencintai istrinya dengan mengikuti keinginannya daripada orangtuanya sendiri. Ketika istrinya bermasalah dengan ibunya, maka ia lebih membela sang istri. Ia lebih menunjukkan cintanya dengan harus menyingkirkan ibu yang telah melahirkannya. Celakanya, bagi manusia modern hal ini sudah merupakan hal biasa dan dengan kepintaran bisa menjadikannya hal yang wajar.
Demi ketentraman dirinya ia lebih rela 'mengusir' ibunya dari kehidupan mereka. Dengan mengirim ke panti jompo misalnya. Ada juga yang rela meninggalkan orangtuanya sebatang kara dalam rumah kesepian demi hidup nyaman bersama istri dan anak-anaknya. Orangtua dianggap menyusahkan dan membawa ketidaktenangan.
Ia lupa bahwa cinta seorang ibu sepanjang masa, sementara cinta seorang istri belum tentu bisa dalam satu masa. Ibu yang sudah tua dibuang bagai barang bekas saja dan lebih memilih istri yang masih segar untuk disayangi.Orangtua yang di masa akhir-akhir hidup membutuhkan perhatian malah diabaikan.
Dalam kehidupan hal ini bisa juga berbalik, dimana seorang istri yang lebih berpihak kepada suaminya daripada harus membela orangtuanya sendiri.
Ibu yang telah melahirkan atau ayah yang telah membesarkan yang memasuki usia senja seakan tak ada artinya lagi dibandingkan suami yang akan menafkahinya. Orangtua yang tertatih dalam sisa hidup tak lebih sebagai barang bekas yang layak dibuang. Mencengangkan.
Suami yang Melupakan Saudaranya Sendiri
Ada lagi, seorang suami yang lebih rela membela istrinya yang bermasalah dengan adiknya. Ketika sang adik membutuhkan bantuan, ia lebih mendengarkan sang istri dan mengabaikan sang adik dalam kesusahan. Bahkan rela putus hubungan saudara. Sebab saudara dianggap hanya menyusahkan.
Sejatinya saudara adalah tetap saudara. Tidak bisa diputuskan oleh kata-kata. Apa gunanya saudara bila tak saling membantu? Bila ada hati, jangankan saudara sekandung, orang yang tak dikenal pun bila butuh bantuan wajib dibantu.
Mencintai istri adalah keharusan. Namun kearifan perlu di kedepankan. Apakah bila seorang istri menghalangi apa yang harus dilakukan itu masih perlu di kedepankan? Apakah ketika lebih membela seorang ibu seorang istri masih mempertanyakan perlu dibela?
Refleksi Diri