Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Membakar Surga, Menyiram Neraka

13 April 2012   02:22 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:40 1786 9

Dari begitu banyak artikel pada buku-buku Gede Prama [seorang penutur kejernihan] judul membakar surga menyiram neraka merupakan salah satu judul yang saya sukai. Bukan hanya karena bahasanya yang tidak umum tapi isinya juga menarik untuk dijadikan bahan pembelajaran. Judul membakar surga menyiram neraka itu sendiri diambilnya dari seorang pemikir sufi yang ia lupa namanya.

Pendekatan surga neraka sudah kita kenal sejak kita kecil. Kebanyakan orang tua melarang anaknya untuk tidak berbuat jahat dengan ancaman neraka. Dan mengiming-ngimingi surga untuk perbuatan baik yang dilakukan. Dan bayangan surga neraka ini masih terus mengikuti setiap ucapan, perbuatan, tindak tanduk dan pikiran kita sekalipun kita sudah belajar berbagai macam ilmu dan menumpuk perjalanan karir yang tidak sedikit. Tidak ada yang salah dengan semua ini.

Kita perlu tahu nikmat dan indahnya surga serta seram dan menakutkannya neraka. Justru dengan pendekatan seperti ini ada semacam pagar atau jalur-jalur yang membuat kita tidak terlalu jauh melanggar norma dan etika-etika hidup dan kehidupan. Tapi negatifnya ini dapat mengurangi keikhlasan, kemurnian dan ketulusan kita dalam berdoa, beribadah serta berbuat baik. Sejatinya setiap ibadah dan perbuatan baik yang kita lakukan adalah karena kecintaan kita terhadap Tuhan Sang Pemilik Hidup. Cinta sesama manusia saja sanggup membuat orang berbuat sesuatu tanpa pamrih apalagi cinta kepada Sang Pemilik Hidup.

Pada tahapan awal bolehlah kita beribadah, berbuat baik dan menjauhi larangan-Nya karena alasan surga neraka tadi. Tapi pada tahapan selanjutnya sepertinya kita harus melakukan semua itu sebagai bentuk pengabdian dan kecintaan kita kepada Yang Menguasai Hidup dan Kehidupan ini.

^ Kalau anda meminta penghargaan maka anda kehilangannya.

Tapi kalau anda memberikan penghargaan, hal itu akan kembali dengan berlipat ganda [Peribahasa Afrika] ^

Mengharapkan sesuatu dari apa yang kita lakukan bisa dikatakan pamrih dan bisa mengurangi keikhlasan, kemurnian serta ketulusan dari perbuatan itu sendiri. Meminta sesuatu dari apa yang kita lakukan hampir mirip dengan berdagang. Coba anda perhatikan para pedagang mereka selalu berharap sesuatu dari yang mereka lakukan. Kalau kita selalu memakai pendekatan surga neraka takutnya kita seperti berdagang dengan Tuhan.

Warna awal agama yang masuk kedalam pikiran kita memang seperti itu. Dan untuk sebuah proses tidak ada yang salah dengan semua itu, Cuma mungkin perlu juga kita pikirkan untuk tidak lagi terlalu menakut-nakuti anak-anak kita dengan seramnya neraka dan mengiming-ngimingi mereka dengan indahnya surga. Agar kelak ketika mereka bertumbuh nanti bisa lebih ikhlas, murni dan tulus dalam beribadah dan berbuat baik.

Rabi'ah Al-Adawiyah seorang sufi wanita pernah berdoa : " Ya Allah, jika aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka, bakarlah aku di dalam neraka; dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga, campakkanlah aku dari dalam sudah; tapi jika aku menyembah-Mu demi Engkau semata, janganlah enggan memperlihatkan keindahan wajah-Mu yang abadi kepada-Ku."

Ini semua hanyalah sebuah pemikiran dari seseorang yang sedang belajar pasti banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu sudilah kiranya sahabat-sahabat kompasianer yang luar biasa mau memberikan masukan, melengkapi atau memberikan kritik dari tulisan sederhana ini.

Terima kasih____________________________________Salam Bijak Palsu

Beberapa artikel lain yang dibaca lebih dari 2.000-an :

# Surat Untuk Mario Teguh [Ketika MT Salah..!?] /

# Kim Tae Hee Bertahan di Usia 30-an [Tidak Berlaku di Indonesia]/

# Ketika Mario Teguh Dikalahkan Sudjiwo Tedjo & Tukul Arwana/

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun