Berbicara mengenai cinta, maka kita seakan membuka ilusi khayalan kita menuju apriori dan mengejewantahkan nafsu kebatinan kemanusiaan. Cinta dibagun dengan dasar suka sama suka dengan pondasi keikhlasan, cinta hadir dalam menyelesaikan segala pertikaian antara Tuhan dan makluknya, cintalah yang menjadi pondasi kehidupan dan dunia ini diciptakan. Banyak ulama yang menulis tentang cinta dan asmara dalam bukunya dengan mengawali karya mereka dengan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah menganugerahkan dan memberkahi perasaan cinta. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, dalam bukunya Raudhat al-Muhibbin Wa Nuzhat Al-Musytaqin (Taman Para Pencinta dan Tetirah para Perindu), memulai dengan pernyataan: "Segala puji bagi Allah yang menjadikan cinta sebagai jalan untuk mencapai yang dicintai. Dia juga menetapkan bahwa ketaatan dan ketundukan kepada-Nya melalui cinta yang tulus adalah bukti kepatuhan kepada-Nya. Katakanlah (Muhammad), "Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang (Surah Ali imran, 2:31). Begitulah hasil representasi cinta antara Tuhan dan mahluknya, cinta selalu diikuti oleh kebebasan dan kemerdekaan menuju independen yang paripurna.
KEMBALI KE ARTIKEL