Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Menggugat Langkah DPRD Rokan Hilir

6 Juni 2014   01:01 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:08 155 0
Lolosnya Erianda menjadi calon Wakil Bupati Rokan Hilir hingga akhirnya terpilih melalui rapat paripurna dewan setempat, Selasa (3/6/2014) malam lalu, masih menjadi tanda tanya saya pribadi. Sebab status Erianda diduga masih Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Sementara UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah menegaskan PNS yang mencalonkan diri atau dicalonkan untuk jabatan politik, termasuk wakil bupati, harus sudah mundur sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon.

Ingat!: HARUS SUDAH MUNDUR sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Artinya, begitu menyerahkan berkas pendaftaran, statusnya sudah lepas sebagai PNS. Faktanya, Erianda diduga masih berstatus PNS sampai ia terpilih.

Erianda mengisi jabatan Wakil Bupati yang ditinggalkan Suyatno yang diangkat menjadi bupati. Sementara bupati sebelumnya, H Annas Maamun terpilih menjadi Gubernur Riau lewat pilkada 2013 lalu.

Direktur Jenderal Perundang-undangan Kemenkumham Wahiduddin Adams, juga sudah menegaskan bahwa undang-undang itu, sudah berlaku sejak 15 Januari 2014 lalu.

Jadi tidak benar apa yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Rohil, M Ridwan, yang langsung bertindak sebagai pimpinan sidang, yang menyatakan undang-undang tersebut belum berlaku.

Alhasil pencalonan Erianda sebagai Wakil Bupati Rokan Hilir bisa disebut cacat hukum dan gugur demi hukum. Kalau cacat hukum, maka jika akhirnya tetap dilantik sebagai wakil bupati, maka jabatan itu bisa disebut ilegal. Alhasilnya semua keputusannya kelak, punya dampak hukum. Ah kacau...!!!

Tapi anehnya, anggota dewan di Rokan Hilir malah tetap meloloskan dan akhirnya terpilih. Apakah mungkin karena Erianda adalah anak dari H Annas Maamun, yang kini menjabat Gubernur Riau. Ntahlah.

Dalam pemilihan itu, Erianda mengalahkan kandidat lainnya atas nama Karmila Sari. Dari 34 suara yang diperebutkan, Karmila hanya kebagian empat suara. Sisanya ke Erianda. Hebat, menang telak...!!!

Saya pun makin miris dengan kenyataan tersebut. Saya pun coba berdiskusi lewat sambungan telepon dengan anggota DPRD Rokan Hilir, Abu Khoiri. Beliau ini saat rapat paripurna sempat protes soal status PNS tersebut.

Menurut Abu Khoiri, dalam tata tertib yang sudah disahkan saat paripurna sebelumnya, juga sudah mengatur agar Erianda mundur dulu dari status PNS-nya, sebelum mendaftar.

"Tapi anehnya, tatib yang sudah disahkan lewat paripurna, kok bisa hilang tanpa penjelasan yang jelas. Itu yang saya pertanyakan pada malam itu. Tapi bagaimana lagi, kawan-kawan tetap sepakat melanjutkan sidang," ujarnya.

Abu Khoiri juga mengaku paham dengan pengaturan UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) tersebut.

"Kata kawan-kawan, nanti dikonsultasikan lagi ke mendagri. Mestinya tak perlu lagi (konsultasi) karena semuanya sudah jelas. Tapi mau bagaimana lagi, kawan-kawan tetap sepakat lanjut," tambahnya.

Kemudian saya coba singgung soal gugatan Legal Standing atas langkah dewan tersebut, Abu Khoiri memang tidak terlalu banyak berkomentar, tapi menurutnya bisa saja dilakukan dan posisi dewan tak dinapikkan cukup lemah.

Saya pun coba-coba berdiskusi dengan praktisi hukum, Yadi Utokoy SH. Menurutnya, legal standing itu adalah gugatan publik yang bisa dilakukan oleh organisasi.

Terkait kasus dugaan pelanggaran UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melibatkan DPRD Rokan Hilir itu, menurutnya bisa dilegalstandingkan, baik di PTUN atau di Pengadilan Negeri (PN). Sebab wakil bupati itu bekerja untuk kepentingan masyarakat (publik).

Gugatannya adalah supaya proses tersebut dibatalkan dan diproses lagi dari awal sesuai ketentuan hukum berlaku. Artinya jangan ada lagi calon yang tidak memenuhi syarat hukum.

"Kalau wakil bupatinya cacat hukum, maka semua keputusannya kelak, punya dampak hukum. Ini jelas masyarakat yang dirugikan. Untuk menghindari itu, perlu ada langkah-langkah hukum dari publik," sarannya.

Yadi juga menyebutkan, objek gugatannya adalah DPRD Rokan Hilir. Sebab secara institusi mereka yang bertanggungjawab. "Silahkan kalau ada publik yang menggugat, karena sangat bisa dilakukan," katanya. (*)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun