Kompasianer, Persaingan untuk meraih keberhasilan saat ini sangatlah ketat, ditambah nilai-nilai patokan tinggi yang perlu dilampaui untuk dapat berhasil meraih sesuatu. Maka karena hal tersebut, banyak kalangan mengambil jalan pintas untuk dapat melampaui tolok ukur itu. Padahal belum pasti hal itulah kemampuan dia yang sebenarnya. misal dalam suatu ujian seorang siswa mengerjakan soal secara jujur sesuai dengan kemampuan sendiri. Sementara banyak beberapa dari mereka mengambil jalan pintas pada hasil akhirnya yang jujur mendapat hasil minim, sementara yang lewat jembatan khayal *sensor* mendapat hasil plus-plus. Saya akui itulah potret pendidikan saat ini, kenapa bisa begitu? karena:
1. Nilai KKM tinggi (75/80) sehingga mendorong pelajar mengambil jalan pintas. yaitu mengejar nilai bukan mengejar kepintaran serta mengabaikan kejujuran.
2. guru yang terkesan cuek dalam pengawasan. Asal mengadakan tes kemudian fokus pada masalah pribadi (mungkin) sehingga hal tersebut memberi kesempatan pelajar untuk mengambil jalan pintas.
3. Kemalasan pribadi dari para pelajar yang menyepelekan pelajaran mendorong mereka untuk menggantungkan diri kepada teman (ini dia jalan pintasnya).
4. Yang terpenting dan yang peling utama yaitu sikap pemerintah yang terlalu memaksakan kehendak untuk menambah standar kompetensi tanpa memandang kemampuan pelajar negeri ini. (sumbernya) hal inilah yang membuat seorang pelajar terdorong untuk mengejar nilai bukannnya mengejar ilmu. Sehingga tanpa disadari seorang pelajar belajar bohong bukan belajar jujur.
Sedari kecil kita telah diajarkan untuk selalu jujur dalam menjalani segala sesuatu. dari hal diatas dapat ditarik gambaran bagaimana potret masyarakat dimasa depan. Bayangkan jika dalam seluruh aspek kehidupan kejujuran dikesampingkan! Mau jadi apa bangsa ini?? Padahal banyak lembaga menggembor-gemborkan selalu utamakan kejujuran tapi dalam pelaksanaanya hampir nol besar. Itu tandanya kejujuran HANYA sebagai FORMALITAS belaka atau Hanya dimulut saja. Kejujuran itu bagai pohon yang akar-akarnya merupakan integritas dari kebenaran!!! tapi saat ini sepertinya mulai banyak orang yang tidak bisa membedakan antara kejujuran formalitas dan kejujuran sejati.
Guru saya Bapak S pernah mengatakan bahwa Pelajar yang jujur merupakan calon figur pemimpin hebat masa depan. menilik dari pengertian tersebut dan apabila membandingkan kondisi sekarang, sepertinya... (Hampir Mustahil). Tak perlu jauh jauhlah menilik masa depan. Contoh konkrit saat ini saja yaitu KORUPTOR mereka mengeruk kekayaan negeri ini untuk pkepentingan pribadi (seperti tikus serakah) namun seiring dengan menjamurnya koruptor hampir tidak bisa dibedakan mana oknum yang benar-benar jujur dan mana yang pura2 jujur. Itu kan masih masa sekarang, nah gimana yang masa depan?
Pembaca setia kompasiana, pesan saya mulailah kejujuran dari diri sendiri. memang saya akui itu sulit. sungguh! tapi apa salahnya mulai dari sekarang kita mencoba belajar kejujuran sejati supaya masa depan bangsa ini menjadi lebih baik dan terjamin, karena masa depan pastilah ada ditangan kita. Calon pemimpin sejati sudah pasti salah satu dari kita (semoga semuanya). Apabila kejujuran sedini mungkin ditanamkan dalam diri maka pasti akan mengubah kebiasaan kita dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga terciptalah suatu kehidupan yang tentram, damai, makmur, serta terciptanya keadilan yang dijunjung tinggi.
KARTIKA IRA WIDYANTI