Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Aisyah, Niscaya Halalku adalah Dirimu

15 Maret 2012   09:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:01 441 1

Itu 3 bulan yang lalu. Saat ini, moment spesial itu terulang kembali. Saat lari sore disekitar perkampungan sekitar kampung itu. Ketika kedua sahabatku, Rahma dan Anjani, mengajak istirahat didepan sebuah masjid.

“Apa tidak sebaiknya kita sholat Ashar dulu?”, Rahma mengingatkan. Kulihat jam tanganku. Pukul 3.15 sore, batinku.

“Baiklah, kalian sholat dahulu. Aku tunggu disini”, balasku. Mengingat aku sedang berhalangan saat itu.

Kedua sahabatku itu masuk ke masjid. Dan tak lama, sura adzan Ashar menyeru lembut. Bak terompet yang pita suaranya ditaburi bumbu kelembutan. Menggetarkan hati, sungguh. Kupejamkan mataku hingga suara adzan melemah habis. Sungguh sejuk hati ini. Kubuka mataku perlahan, tampak sesosok yang begitu kukenal hendak memasuki masjid itu. Paras itu, piawai itu, tatapan lurus nan mantap itu. Hanya dia yang memiliki. Mas Fahri.

Ya Allah, baru kali ini kutemukan surga dimata sang adam, lirihku. Seketika hati ini terasa sesak. Serasa tak ada ruang untuk bernafas. Jantung pun turut menyemarakkan dengan dendang yang terlalu keras.

Tak cukup nyali ku memandangnya terlalu lama. Tatapannya pun lurus kedepan tanpa mengacuhkan seonggok daging yang sulit bernafas disini. Seperti yang dituju hanyalah Sang Pemberi Arah, tiada niat selain itu. Subhanallah, pekikku pelan sambil kutelungkupkan wajah ini di kedua telapak tanganku. Tak menentu.

Dua hari berlalu setelah kejadian itu. Dua hari itu pula bayangnya tak mau lepas dari pikiranku. Benar- benar membuatku kurang nyaman. Ya Allah, aku harus menyelesaikannya. Aku, sudah mantap.

Kulihat sosok berkemeja hijau muda kalem keluar dari selasar masjid itu. Celana hitam setumit membalut kakinya yang jenjang itu. Sikap dan perilaku yang meniru sosok sang Nabi. Subhanallah, perasaan ini muncul kembali. Dia berjalan lurus tanpa menoleh sekitanya, seperti biasa. Aku menunduk ketika dia melewatiku di jalan dekat masjid itu. Tak berani bersuara hingga hati yang serasa ingin meledak ini memaksakku untuk berseru.

“Mas Fahri, nikailah aku”. Suaraku bergetar. Apa yang sudah kukatakan terlampau fatal melebihi logikaku. Ya Allah, benar ataupun tidak tindakanku, maafkan aku, batinku.

Ucapan singkatku cukup menghentikan langkahnya. Dia pun menoleh ke arahku. Aku dapat melihatnya dari sudut mataku. Aku masih tetap saja menunduk menahan malu. Hening seketika. Kuberanikan diri untuk menatapnya. Tetap saja, tak tak berani menatap mataku. Terlukis senyum manis pada paras itu. Namun dia tak berkata sepatah pun. Apa artinya ini, tanyaku dalam hati. Aku menunduk kembali, hingga akhirnya sebuah pernyaan muncul dari mulutnya.

“Apakah yang membuatmu memintaku ya ukhti?”

Lidahku kelu. Mengingat tak ada alasan untuk memintanya menikahiku. Otakku terus berpikir.

“Apakah harus ada alasan bagiku untuk memintamu, selain akhlakmu ya akhi”, kataku lirih. Masih menunduk. Hampir saja air mataku menetes.

“Ya ukhti, saya tahu sangat berat bagimu untuk mengatakan ini. Wanita itu tak setegar ucapannya. Saya sangat menghargai itu. Saya,...”, ucapannya terhenti. Kini Mas Fahri menundukkan kepalanya. Cukup lama dia terdiam.

Ya Allah, apakah dia bukan untukku?, batinku.

“Mas Fahri, aku tahu akhi tidak mengenalku. Aku pun hanya tahu Mas Fahri dalam waktu singkat. Namun ketika Mas menanyakan sebuah alasan, aku teringat akan sebuah hadist dari Tarikh Ibn Hisyam yang mengatakan “Wahai anak saudara pamanku, sesungguhnya aku telah tertarik kepadamu dalam kekeluargaanmu, sikap amanahmu, kebaikan akhlakmu, dan benarnya kata-katamu”. Aku pikir alasan itu cukup bagiku. Maafkan aku.

Mas Fahri tetap diam. Alih- alih menaggapi pertanyaanku, dia justru mengambil secarik kertas dari kantung celananya.

“Bacalah. Setidaknya ini dapat menjawabnya ya ukhti”, katanya menyerahkan kertas berlipat itu sambil tersenyum.

“Assalamualaikum”, katanya lantas pergi.

Waalaikumsalam

**

Assalamualikum

Saudariku, tak berniat saya mengacuhkanmu

Saya hanya takut dosa datang melalui mata ini

Tak berniat saya menjauhimu

Saya hanya takut kamu menunggu ketidakpastianku kelak

Saya selalu berdoa kepada sang Penyayang

Dalam sholatku, dalam manguku, dalam sadarku

Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya pada-Mu, agar bertambah kekuatan ku untuk mencintai-Mu.

Ya Allah, jika aku jatuh hati, izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut pada-Mu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta semu

Ya Rabbana, jika aku jatuh hati, jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling dari hati-Mu

Ya ukhti, sekiranya kau dapat mengerti

Aku ingin jatuh hati seperti itu

Sikapku, perilakuku semata- mata sebagai hijab untuk melindungimu dan aku

Tak usah cemas

Jika Allah menghendaki kita, niscaya halalku adalah dirimu. (*)

-Al Fahri Hamzah-

END

(*)credit

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun